TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Teori belajar Humanistik memandang bahwa:
- Fokus utamanya adalah hasil pendidikan yang bersifat afektif, belajar tentang cara- cara belajar dan meningkatkan kreativitas dan semua potensi peserta didik.
- Hasil belajarnya adalah kemampuan peserta didik mengambil tanggung jawab dalam menentukan apa yang dipelajari dan menjadi individu yang mampu mengarahkan diri sendiri dan mandiri.
- Pentingnya pendekatan pendidikan di bidang seni dan hasrat ingin tahu.
- Pendekatan humanistik kurang menekankan pada kurikulum standar, perencanaan pembelajaran, ujian, sertifikasi pendidik dan kewajiban hadir di sekolah.
- Pendekatan humanistik mengkombinasikan metode pembelajaran individual dan kelompok. Pendidik memiliki status kesetaraan dengan peserta didik.
- Pendekatan humanistik memelihara kebebasan peserta didik untuk tumbuh dan melindungi peserta didik dari tekanan keluarga dan masyarakat.
- Penggunaan pendekatan humanistik dalam pendidikan akan memungkinkan peserta didik menjadi individu yang beraktualisasi diri.
sumber: Rifai, Achmad dan Tri Anni, Catharina. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press
Pengertian Teori Belajar Humanistik.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk“memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.[1]
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.[2]
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.[3]
Menurut hemat kami, Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
B. Tokoh Teori Humanistik
1. Carl Rogers
Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.[4]
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya.[5]
2. Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.[6]
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.[7]
C. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik
Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:[8]
- Manusia mempunyai belajar alami
- Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
- Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
- Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
- Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
- Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya
- Belajar lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
- Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
- Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
- Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar
D. Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. [9]
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
- Merumuskan tujuan belajar yang jelas
- Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
- Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
- Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
- Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
- Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
- Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
- Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
E. Implikasi Teori Belajar Humanistik
- Guru Sebagai Fasilitator
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
g) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
i) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
j) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
- Merespon perasaan siswa
- Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
- Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
- Menghargai siswa
- Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
- Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
- Tersenyum pada siswa
Dakir, Prof.Drs. Dasar-dasar Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
Uno, Hamzah. Orientasi baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi aksara, 2006.
Hadis, Abdul. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006 .
[1] Hamzah B. Uno, Orientasi baru Dalam Psikologi Perkembangan ( Jakarta: Bumi aksara, 2006 ), 13.
[2] http://novinasuprobo.wordpress.com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik/
[3] Ibid.,
[4] Abdul Hadis, Psikologi Dalam Pendidikan ( Bandung: Alfabeta, 2006 ), 71.
[5] Ibid., 72.
[6] http://novinasuprobo.wordpress.com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik
1 Latar Belakang
Belajar bukan hanya
menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
pengetahuanya, sikap dan tingkah laku ketrampilan, kecakapanya, kemampuannya,
daya reaksinya dan daya penerimaanya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar merupakan suatu
proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi yang
ada pada siswa.
Dalam suatu pembelajaran
juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara umum teori
belajar di kelompokan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: (1) Teori
Belajar Behavioristik (2) Teori Belajar Kognitifistik (3) Teori Belajar
Konstruktifistik (4) Teori Belajar Humanistik.
Untuk memahami lebih
lanjut maka dalam makalah ini akan membahas mengenai Teori Belajar Humanistik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud teori belajar humanistik?
2. Siapakah
tokoh-tokoh teori belajar humanistik?
3. Apakah
ciri-ciri dan prinsip dalam teori belajar humanistik?
4. Bagaimanakah
aplikasi dan implikasi dari penerapan teori belajar humanistik dalam
pembelajaran?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Untuk
mengetahui pengertian teori belajar humanistik.
2. Untuk
mengetahui tokoh-tokoh teori belajar humanistik.
3. Untuk
mengetahui ciri-ciri dan prinsip dalam teori belajar humanistik.
4. Untuk
mengetahui aplikasi dan implikasi dari penerapan teori belajar humanistik dalam
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori belajar humanistik yang di pelopori oleh Abraham Maslow
mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behaveoristik. Menurut Abraham hal
yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya.
Humanistik lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidak
normalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori Freud. Pendekatan ini
melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia
membangun dirinya untuk melakukan hal – hal positif. Kemampuan positif ini
disebut potensi yang ada dalam manusia dan pendidik yang beraliran humanistik
biasanya memfokuskan pada hal – hal positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan
pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain efektif. Misalnya
kemampuan dalam ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan
orang lain, kepercayaan,
penerimaan, kesadaran, memahami perasaan orang lain,
kejujuran interpersonal dan pengetahuan interpersonal lainnya. Jadi intinya
adalah meningkatkan kualitas keterampilan interpersonal dalam kehidupan sehari
– hari. Selain menitikberatkan pada interpersonal, para pendidik juga membuat
pembelajaran yang membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan dalam
membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan dan
berfantasi. Pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia
pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai sebagai hal yang mengganggu
perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi
bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakteristik yang sangat kuat
dan nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berfikir dan merasakan
saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah
satu potensi terbesar manusia. [1][1]
2.2 Tokoh-tokoh Teori Belajar
Humanistik
Adapun tokoh – tokoh yang mempelopori psikologi
humanistik yang digunakan sebagai teori belajar humanisme sebagai berikut :
Di kenal sebagai pelopor aliran humanistik.
Maslow percaya bahwa manusia bergerak untuk memahami dan menerima dirinya
sebisa mungkin. Teorinya yang paling di kenal adalah teori tentang Hierarchy
of Needs ( Hirarki kebutuhan ). Dia mengemukakan bahwa individu berperilaku
dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri orang
memiliki rasa takut yang dapat membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya, tetapi di sisi lain memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah
keutuhan. Manusia juga bermotivasi untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan – kebutuhan tersebut memiliki hirarki ( tingkatan ) mulai
dari yang rendah sampai yang tinggi. Adapun hirarki – hirarki tersebut adalah :
·
Kebutuhan fisiologis atau dasar
·
Kebutuhan akan aman dan tenteram
·
Kebutuhan akan dicintai dan disayangi
·
Kebutuhan untuk dihargai
·
Kebutuhan untuk aktualisasi diri
b)
Arthur Combs
Bersama dengan Donald Syngg ( 1904 – 1967 ) mereka
mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning ( makna atau
arti ) konsep sering yang di gunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti
bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak di sukai atau tidak
relevan dengan kehidupan mereka. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa
dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut, sehingga apabila merubah
perilakunya, seorang guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa
yang ada.
Combs berpendapat bahwa banyak
guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidak
menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang terpenting adalah bagaimana
membawa siswa untuk memperoleh arti bagi kepribadiannya dari materi pelajaran
tersebut dan menghubungkan dalam kehidupan. Combs memberikan persepsi diri dan
dunia seseorang seperti dua lingkaran ( kecil dan besar ).
Ø Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri
Ø Lingkaran besar adalah persepsi dunia.
c)
Carl Rogers
Adalah seorang psikolog humanistik yang
menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu
mengatasi masalah – masalah kehidupannya.[2][2] Menurutnya hal yang
terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan
prinsip pendidikan dan pembelajaran yaitu :
1. Menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal – hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan
mempelajari hal – hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3. Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bahan
yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang
bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom to learn, ia menunjukan sejumlah prinsip
– prinsip yang terpenting adalah :
1. Manusia itu
mempunyai kemampuan belajar secara alami
2. Belajar yang
signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud – maksud tersendiri.
3. Belajar yang
menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri di anggap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4. Belajar yang
bermakna di peroleh siswa dengan melakukanya.
5. Belajar
diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung
jawab terhadap proses belajar itu.[3][3]
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep
mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan
Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi
yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan
berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa ( penjelasan untuk memantapkan
kebutuhan segera dari siswa )
7. Tersenyum pada
siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif
mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa,
meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan
matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan
disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi
lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.[4][4]
Bagaimana proses belajar
dapat terjadi menurut teori belajar humanisme? Orang balajar karena ingin mengetahui
dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses
belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses
belajarnya berhasil.[5][5]
d)
Bloom dan Krathwohl
Dalam hal
ini, Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai ( dipelajari )
oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut.
1.
Kognitif
Kognitif terdiri dari tiga
tingkatan:
1)
Pengetahuan (
mengingat, menghafal );
2)
Pemahaman (
menginterpretasikan );
3)
Aplikasi ( menggunakan
konsep untuk memecahkan suatu masalah );
4)
Analisis ( menjabarkan
suatu konsep );
5)
Sintesis (
menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh);
6)
Evaluasi (
membandingkan ide, nilai, metode, dsb ).
2.
Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
1)
Peniruan ( menirukan
gerak );
2)
Penggunaan (
menggunakan konsep untuk melakukan gerak );
3)
Ketepatan ( melakukan
gerak dengan benar );
4)
Perangkaian ( melakukan
beberapa gerakan sekaligus dengan benar );
5)
Naturalisasi (
melakukan gerak secara wajar ).
3.
Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
1)
Pengenalan ( ingin
menerima, sadar akan adanya sesuatu );
2)
Merespon ( aktif
berpartisipasi );
3)
Penghargaan ( menerima
nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu);
4)
Pengorganisasian (
menghubung - hubungkan nilai-nilai yang dipercayai );
e)
Kolb
Sementara
itu, Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu:
1.
Pengalaman konkret;
Pada tahap ini seorang siswa hanya
mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran
tentang hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa
suatu kejadian harus terjadi seperti itu.
2.
Pengalaman aktif dan
reflektif;
Siswa lambat laun mampu mengadakan
observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan
memahaminya.
3.
Konseptualisasi;
Siswa mulai belajar untuk membuat
abstraksi atau “teori” tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap
ini siswa diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan umum (
generalisasi ) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda,
tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.
4.
Eksperimentasi aktif
Siswa sudah mampu mengaplikasikan
suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia matematika misalnya, siswa
tidak hanya memahami “ asal-usul” sebuah rumus, tetapi ia juga mampu memakai
rumus tersebut untuk memecahkan suatu masalah yang belum pernah ia temui
sebelumnya.[7][7]
f)
Honey dan Mumford
Berdasarkan
teori Kolb ini, Honey dan Mumford menggolongkan siswa menjadi empat tipe,
yakni:
1.
Aktivis
Ciri dari siswa ini adalah suka
melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru dan cenderung berpikiran
terbuka serta mudah diajak berdialog. Namun, siswa seperti ini biasanya kurang
skeptis terhadap sesuatu. Dalam belajar mereka menyukai metode yang mampu
mendorong seseorang menemukan hal-hal baru, seperti brainstorming atau
problem solving. Akan tetapi mereka cepat merasa bosan dengan hal-hal yang
perlu waktu lama dalam implementasi.
2.
Reflektor
Siswa tipe ini cenderung sangat
berhati-hati mengambil langkah sehingga dalam mengambil keputusan mereka lebih
suka menimbang-nimbang secara cermat baik buruknya.
3.
Teoris
Siswa tipe ini biasanya sangat
kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang
sifatnya subjektif. Berpikir rasional adalah sangat penting. Dan mereka
cenderung sangat skeptis dan tidak suka hal-hal yang spekulatif.
4.
Pragmatis
Siswa pada tipe ini menaruh
perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Bagi mereka teori
memang penting, tapi tidak akan berguna jika tidak dipraktikkan.[8][8]
g)
Habermas
Menurutnya
belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dari lingkungan maupun dengan
sesama manusia. Dengan asumsi ini Habermas membagi belajar menjadi tiga bagian,
yaitu:
1.
Belajar teknis (
technical learning )
Dalam belajar teknis siswa belajar
bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan
mengelola alam dengan cara mempelajari ketrampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk itu.
2.
Belajar praktis ( practical
learning )
Pada belajar ini siswa juga belajar
berinteraksi, tetapi yang lebih dipentingkan adalah interaksi dia dengan
orang-orang di sekelilingnya.
3.
Belajar emansipatoris (
emancipatory learning)
Pada belajar ini siswa berusaha
mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (
transformasi ) kultural dari suatu lingkungan. Inilah tujuan pendidikan yang
paling tinggi.[9][9]
Psikologi humanistik dan pengajaran di dalam bagian ini
berisi tentang bagaimana para psikolog humanistik berupaya menggabungkan
keterampilan dan informasi kognitif dengan segi efektif , nilai – nilai, dan perilaku antar pribadi. Sehubungan dengan
itu akan di bicarakan tiga macam program :
a. Confluent education
Adalah proses pendidikan yang memadukan atau
mempertemukan pengalaman – pengalaman
efektif dengan belajar kognitif di dalam kelas.[10][10] Sebagai contoh guru bahasa indonesia memberikan tugas pada
para siswa untuk membaca sebuah novel, katakanlah misalnya tentang “keberanian”
sebuah novel perang. Melalui tugas itu siswa diharapkan memahami isi bacaan
tersebut dengan sebaik – sebaiknya tetapi juga memperoleh kesadaran antar
pribadi yang lebih baik dengan jalan membahas pengertian mereka sendiri
mengenai keberanian dan perasaan takut. Untuk keperluan itu tugas tersebut di
lengkapi dengan tugas – tugas yang berkaitan, antara lain :
1) Mewawancarai orang
– orang yang tahu tentang perang.
2) Mendengarkan musik
perang, menuliskan pikiran – pikiran dan perasaan yang timbul secara bebas,
kemudian menghayatinya dalam kelompok – kelompok kecil.
3) Memperdebatkan
apakah perang itu dapat dihindari ataukah tidak.
4) Membandingkan
perang saudara dengan sajak – sajak perang.
b. Open Education
Adalah proses pendidikan terbuka, Menurut
Walberg dan Thomas (1972), open education itu memiliki delapan kriteria
:
1) Kemudahan belajar
tersedia, artinya berbagai macam bahan yang di perlukan untuk belajar
tersedia
2) Penuh kasih
sayang, hormat, terbuka dan hangat artinya menggunakan bahan buatan siswa :
guru menangani masalah – masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara
pribadi dengan siswa yang bersangkutan saja.
3) Mendiagnosis
peristiwa – peristiwa belajar , artinya siswa – siswa memeriksa pekerjaan
mereka sendiri.
4) Pengajaran,
artinya pengajaran individual ; tidak ada tes ataupun buku kerja.
5) Penilaian, artinya
guru membuat penilaian secara individual : hanya sedikit sekali di adakan test
formal.
6) Mencari kesempatan
untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan bantuan orang lain,
guru bekerja dengan teman – teman sekerjanya.
7) Persepsi guru
sendiri, artinya guru berusaha mengamati semua siswa untuk memantau kegiatan
mereka.
8) Asumsi tentang
para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah, sehingga
para siswa asyik melakukan sesuatu.[11][11]
Meskipun pendidikan terbuka itu memberikan kesempatan
pada para siswa untuk bergerak secara bebas di sekitar ruangan dan memilih
aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan guru tetap di perlukan. Kira-kira perlu
di catat bahwa open education ini lebih efektif dari pada pendidikan
tradisional dalam hal meningkatkan hal belajar yang bersifat efektif, kerja
sama, kreatifitas, dll.
c. Cooperative learning
Belajar cooperative merupakan fondasi yang
baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980)
cooperative memiliki tiga karakterisik sebagai berikut :
1) Siswa belajar
dalam tim – tim yang kecil (4-6 orang anggota) komposisi ini tetap selama
berminggu – minggu.
2) Siswa di dorong
untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam
melakukan tugas kelompok.
3) Siswa diberi
imbalan atau hadiah bagi yang berprestasi.
Adapun teknik dalam belajar cooperative learning itu ada empat macam
:
a) Team game tournament (TGT); dalam teknik
ini siswa –siswa yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda di satukan dalam
team (4 orang). Setelah itu guru menyajikan soal dan team lalu mengerjakan,
saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama se team untuk menghadapi
tournament yang biasanya di selenggarakan seminggu sekali.
b) Teams – achievement divisions; teknik
ini juga menggunakan team (4 orang) tetapi kegiatan tournament di ganti dengan bertanya selama lima belas menit. Skor –
skor pertanyaan menjadi skor team.
c) Jigsaw,
dalam teknik ini siswa di masukan dalam tim –tim kecil yang bersifat heterogen.
Bahan pelajaran di bagikan kepada anggota anggota team. Kemudian siswa tersebut
mempelajari bahan pelajaran yang sama dengan team lain kemudian mereka kembali
ke kelompoknya masing – masing dan menjelaskan apa yang telah dipelajari dari
kelompok lain tersebut kepada kelompoknya.[12][12]
d) Group investigation adalah teknik
di mana para siswa bekerja di dalam kelompok – kelompok kecil yang menangani
berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi tugas tersebut menjadi sub
topik – sub topik, kemudian setiap anggota kelompok melakukan penelitian yang
di perlukan untuk mencapai tujuan kelompok, setelah itu kelompok mengajukan
hasil penelitiannya kepada kelas. Dalam metode ini hadiah atau point tidak di
berikan.
Menurut
cooperative learning itu pada umumnya mempunyai efek yang positif terhadap
prestasi akademik. Keberhasilan cooperative learning ini juga tergantung dengan
kemampuan siswa berinteraksi di dalam kelompok. [13][13]
2.3 Ciri-ciri dan Prinsip
dalam Teori Belajar Humanistik
2.3.1 Ciri-ciri teori belajar humanistik
Pendekatan
humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.
Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini
mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang
ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga
masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini
menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan
keberhasilan akademik.
Dalam
teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil
jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam teori
belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk mengarahkan dirinya
sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang
dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan
juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar.
Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil
belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah
proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu
dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan
kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan,
komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu,
metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai
kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam
pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan
menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses
pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang
diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.[14][14]
2.3.2 Prinsip Teori belajar
humanistik
Beberapa prinsip Teori belajar
Humanistik:
1.
Manusia mempunyai
belajar alami.
2.
Belajar signifikan
terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan
maksud tertentu.
3.
Belajar yang menyangkut
perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.
Tugas belajar yang
mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
5.
Bila ancaman itu rendah
terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
6.
Belajar yang
bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
7.
Belajar lancar jika
siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8.
Belajar yang melibatkan
siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
9.
Kepercayaan pada diri
siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
10.
Belajar sosial adalah
belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari
teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting
yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa
ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi
dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila
bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat
di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara
partisipasi jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar
lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas
prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun
perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas,
dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri,
orang lain tidak begitu penting.
2.4 Aplikasi dan
Implikasi dari Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran
2.4.1 Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan
belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat
singkat dari beberapa guidenes ( petunjuk ) :
1. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas.
2. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai
adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang
bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba
mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah
dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan
dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh
kelompok.
6. Di dalam
menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi
dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca
penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan
turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang
lain.
8. Dia mengambil
prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil
secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
9. Dia harus tetap waspada
terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat
selama belajar.
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus
mencoba untuk menganalisis dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.[15][15]
2.4.2 Aplikasi
Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center)
yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya
daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.
Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2.
Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak
belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
3.
Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa
untuk belajar atas inisiatif sendiri.
4.
Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai
proses pembelajaran secara mandiri.
5.
Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat,
memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6.
Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan
pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk
bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.
Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan
kecepatannya.
8.
Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan
perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok
untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang
memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan
siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih terbuka dan mampu
menyesuaikan pada perubahan.
Sedangkan guru yang tidak efektif
adalah guru yang memiliki rasa humor yang
rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang
menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang
ada.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori
Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi
dirinya. Adapun tokoh dalam teori ini adalah Abraham
Maslow, C. Roger dan Arthur Comb, dll.
Kemudian
aplikasi dalam teori ini, siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan ,
norma , disiplin atau etika yang berlaku. Serta guru hanya berperan sebagai
fasilitator.
Ciri-ciri guru yang
fasilitatif adalah :
1.
Merespon
perasaan siswa
2.
Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.
Berdialog
dan berdiskusi dengan siswa
4.
Menghargai
siswa
5.
Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
6.
Menyesuaikan
isi kerangka berpikir siswa ( penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera
dari siswa )
7.
Tersenyum
pada siswa
DAFTAR PUSTAKA
B. Uno, M. Pd, Dr. Hamzah. 2006. Orientasi
Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara
Dr. Iskandar,
M.Pd. 2009. Psikologi Pendidikan. Cipayung: Gaung Persada ( GP )
Press
Hadis, M. Pd, Drs. Abdul. 2006. Psikologi
dalam Pendidikan. Bandung:
Alfbeta
Mahmud, Drs. M. Dimyati. 1990. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: BPFE - Yogyakarta
novinasuprobo.wordpress.com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik/
( 4/4/ 2012 at 16.04)
http:// mihwanuddin.wordpress.com
( 4/4/2012 at 15.42)
http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-humanisme/ ( 4/4/ 2012 at 15.48 )
http://
trimanjuniarso.files.wordpress.com (4/4/2012 at 15.38 )
\
Tidak ada komentar:
Posting Komentar