BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kebanyakan bayi adalah matur, sehat
dan terbentuk sempurna pada saat lahir, tetapi dalam presentase kecil tidaklah
demikian. Bagi mereka yang mengalami hal demikian, deteksi dan penanganan awal
terhadap masalah adalah penting.
Sebetulnya semua bayi yang
berkembang dibawah normal disebut premature kemudian diketahui bahwa baik usia
gestasi dan pertumbuhan yang diukur melalui berat badan merupakan indicator
penting terhadap derajat resiko yang sesuai. Berbicara sesuai umum, bayi paterm
dan mereka dengan BBLR memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dibandingkan
dengan bayi lahir fullterm dengan berat badan yang sesuai. Bayi yang memiliki
masalah yang berhubungan dengan pertumbuhan biasanya mengalami gangguan
pernafasan, neurology dan terminal.
Namun belakangan ini teknologi kedokteran sangat maju. Jaman dulu bayi
prematur yang lahir usia 6 bulan ke bawah (25 minggu atau kurang) hamper tidak
ada harapan hidup sama sekali. Boleh dibilang hampir semuanya mati. Karena
kemajuan kedokteran sekarang, bayi lahir prematur sekitar 6 bulan bisa
dipertahankan hidupnya.
B. Tujuan
Tujuan
umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem Reproduksiyang
berjudul “Prematur”.
Tujuan
khusus penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui mengenai adaptasi pada bayi baru lahir lebih
dalam lagi agar dapat menambah pengetahuan penulis ataupun pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Persalinan
preterm adalah yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37 minggu dihitumg dari
hari pertama haid terakhir (ACOG 1995).
Badan
kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir
pada usia kehamilan37 minggu atau kurang.
Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan
preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
Secara garis besar, kelahiran prematur mengacu pada
pelahiran bayi yang berlangsung antara usia kehamilan 24+0 dan 36+6 minggu.
Persalinan prematur dengan selaput ketuban utuh terjadi pada lebih 50% kasus
yang ditemukan di unit maternitas.
B.
Klasifikasi dan Katagori
Kelahiran
prematur digolongkan ke dalam 3 periode gestasi :
a. Kelahiran
agak prematur. Berlangsung antara usia kehamilan 35 dan 37 minggu.
b. Kelahiran
sangat prematur. Belangsung antara usia kehamilan 29 dan 34 minggu.
c. Kelahiran
luar biasa prematur. Berlangsung antara usia kehamilan 24 dan 28 minggu.
Pelahiran yang lebih dini lagi biasanya disebut
dengan keguguran karena usia viabilitas terkini adalah 24 minggu, kecuali bayi
telah menunjukan tanda-tanda kehidupan pada saat kelahiran.
Pelahiran prematur terindikasi adalah kelahiran
prematur yang dilakukan karena tindakan tersebut dianggap paling tepat untuk
ibu atau bayi.
Kelahiran
prematur spontan adalah kelahiran prematur yang terjadi akibat :
Ø Persalinan
prematur spontan.
Ø Pecah
ketuban dan prapersalinan (PPROM) spontan.
Klasifikasi
Bayi Prematur.
Berat lahir dan usia kehamilan merupakan faktor
penting yang perlu dipertimbangkan dalam penatalaksanaan bayi prematur setelah
bayi dilahirkan :
a. Berat
bayi lahir rendah kurang dari 2500 g.
b. Berat
bayi lahir sangat rendah kurang dari 1500 g.
c. Berat
bayi luar biasa rendah kurang dari 1000 g.
C.
Etiologi
Penyebab kelahiran prematur dapat digolangkan
menjadi penyebab fisiologis dan non fisiologis.
1. Fisiologis.
a. Infeksi.
Beberapa
ibu dapat menderita penyakit, seperti infeksi saluran kemih, pielonefritis,
appendisitis atau pneumonia, dan semuanya berkaitan dengan persalianan
prematur. Pada kasus tersebut, persalinan prematur mungkin disebabkan oleh penyebaran
infeksi melalui darah langsung ke rongga uterus, penyebaran tak langsung
melalui produk samping kimiawi, baik yang dari mikroorganisme maupun dari
respon peradangan tubuh.
b. Overdistensi.
Overdistensi
dapat menyebabkan pecah ketuban dini prapersalinan dan juga meregangkan
reseptor didalam miometrium, yang dapat menimbulkan persepsi bahwa kehamilan
telah cukup bulan dan bayi siap dilahirkan.
c. Masalah
Vaskuler.
Hemoragi
antepartum dan solusio merupakan manifestasi yang sering kali dilaporkan
terjadi menjelang pelahiran prematur spontan. Darah yang mengiritasi
miometrium, melemahkan membran, dan akan menyebabkan kontraksi uterus.
d. Lemah
Serviks.
Lemah
serviks, atau yang dahulu disebut inkompetensi serviks, dapat menyebabkan
keguguran prematur. Mungkin akan ditemukan dilatasi serviks dengan atau tanpa
kontraksi uterus atau pecah ketuban spontan.
e. Penyebab
Latrogenik.
Hampir
30% kelahiran prematur disebabkan oleh indikasi medis atau induksi persalianan
atau perlahiran melalui prosedur bedah. Indikasi yang paling sering ditemukan
adalah preeklamsia fulminan pada ibu, atau tanda-tanda hambatan pertumbuhan
intrauterus yang serius pada janin tunggal atau salah satu janin kembar.
f. Penyebab
Idiopatik.
Pada
pelahiran dan persalinan prematur, penyebabnya tidak diketahui dan dikatagorikan
sebagai persalinan prematur idiopatik.
g. Prediktor
Fisiologis Lain pada Persalinan Prematur.
Ø Panjang
serviks.
Pemendekan
serviks yang segnifikan kerap disertasi dengan dilatasi dan pencorongan membran
menuju saluran serviks. Penelitian terkini menemukan bahwa panjang serviks yang
kurang dari 15 mm beresiko menyebabkan pelahiran prematur spontan sebelum usia
kehamilan 32 minggu.
Ø Fibronektin.
Fibronektin
janin (fFN) adalah sejenis glikoprotein menyerupai lem yang dihasilkan oleh
sel-sel korion yang mengikat lapisan membran desidua. Glikoprotein tersebut
ditemukan dalam sekresi vagina sejak awal periode kehamilan hingga usia
kehamilan 22 minggu. Antara usia kehamilan 24 dan 34 minggu, kadar fFN ini
sangat kecil, dan kadar tersebut terus meningkat menjelang awitan persalinan.
Jika terdapa gangguan pada antar muka koriodesidua akibat adanya kerusakan,
infeksi, atau pedarahan, fFN dapat lebih dini ditemukan dalam sekresi saluran
vagina. fFn ini dapat digunakan untuk memprediksi persalonan dan perlahiran
prematur.
2. Faktor
Resiko Non Fisikologis.
a. Usia
Ibu.
Usia
ibu sangat mempengaruhi kemungkinan mereka menjalani persalinan dan perlahiran
prematur. Secara statistik, ibu yang sangat muda yang usia kurang dari 18 tahun
atau yang usia diatas 35 tahun terbukti memiliki insiden persalinan prematur
yang lebih tinggi. Pada pelahiran anak ke dua, ibu yang berusia antara 15 dan
19 tahun beresiko tiga kali lebih tinggi mengalami pelahiran yang sangat
prematur dan bayi lahir mati dibandingkan ibu yang berusia 20-29 tahun.
b. Faktor
Ekonomi atau Kelas Sosial Rendah.
Banyak
faktor sosial ekonomi dinyatakan sebagai resiko prediposisi untuk kelahiran
prematur. Wanita yang berpenghasilan rendah, atau wanita yang mendapat sedikit
atau kurang mendapat dukungan finansial dari pasangan, berisiko tinggi
mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi kecil masa kehamilan, serta
mengalami komplikasi kehamilan yang lebih berat.
c. Wanita
yang Belum Menikah atau Tidak Mendapat Dukungan.
Pasangan
yang tinggal bersama tanpa menikah dan kehidupan sebagai ibu tunggal berisiko
tinggi menyebabkan kelahiran prematur. Kurang harmonisnya hubungan dengan suami
atau pasangan menyebabkan ibu berisiko tinggi melahirkan bayi dengan berat
lahir rendah.
d. Berat
Badan Ibu Kurang atau Lebih.
Ibu
yang berat badannya kurang akibat anoreksia nervosa yang dialami lebih rentan
mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi dengan berat rendah. Disisi
lain ibu yang masuk kategori obes secara klinis juga berisiko mengalami
persalinan dan perlahiran prematur, sebab mereka cenderung menyandang diabetes
gestasional selama kehamilan. Terlebih, ibu juga berisiko tinggi mengalami
preeklamsia yang berkaitan erat dengan pelahiran prematur.
e. Merokok,
Penyalahgunaan Alkohol dan Obat-obatan.
f. Persalinan
Prematur Sebelumnya.
Apabila
ibu sebelumnya memiliki riwayat persalinan dan perlahiran prematur yang tidak
diketahui jelas penyebabnya, risiko ibu untuk kembali mengalami perlahiran
prematur akan meningkat tajam.
g. Stres
dan Hasil Akhir Kelahiran.
Sters
maternal mungkin merupakan faktor utama yang memicu persalinan prematur melalui
satu atau dua alur fisiologis. Pertama, mereka menetapkan bahwa stres maternal
dapat mempengaruhi alur neurondokrin, yang akan mengaktivasi sistem endokrin
meternal plasenta janin yang mendorong parturisi. Lockwood dan Kuczynksi (1999)
berteori bahwa aktivasi aksis hipotalamus hipofisis adrenal (HPA), yang
disebabkan oleh stres, dapat menginduksi persalinan dan kelahiran prematur.
Kedua, alur imun inflamasi mungkin turut berperan dalam proses ini. Stres
maternal dapat mempengaruhi imunitas sistemik dan lokal untuk meningkatkan
kerentanan terhadap proses infeksi inflamasi janin dan intrauterin, dan
menyebabkan parturisi melalui mekanisme proinflasmasi yang telah
diidentifikasikan sebelumnya (Wadhwa et al., 2001).
h. Pengaturan
Jarak Kelahiran.
Penelitian
menemukan bahwa semakin dekat jarak antar kehamilan, semakin besar risiko ibu
mengalami persalinan dan perlahiran prematur.
D.
Manifestasi Klinis
a. Awitan
spontan kontraksi uterus yang teratur dan nyeri atau tanpa nyeri disertai pecah
ketuban spontan.
b. Pecah
ketuban dini pra persalinan secara spontan.
c. Nyeri
punggung dan ketidaknyamanan abdomen ringan.
d. Inkontensia
urin yang bertolak belakang dengan pecah ketuban dini.
E.
Patofisiologi
Penyebab terjadinya kelahiran bayi prematur belum
diketahui secara jelas. Data statistik menunjukkan bahwa bayi lahir prematur
terjadi pada ibu yang memiliki sosial ekonomi rendah. Kejadian ini dengan
kurangnya perawatan pada ibu hamil karena tidak melakukan antenatal care selama
kehamilan. Asupan nutrisi yang tidak adekuat selama kehamilan, infeksi pada
uterus dan komplikasi obstetrik yang lain merupakan pencetus kelahiran bayi
prematur. Ibu hamil dengan usia yamg masih muda, mempunyai kebiasaan merokok
dan mengkonsumsi alkohol juga menyebabkan terjadinya bayi prematur. Faktor
tersebut bisa menyebabkan terganggunya fungsi plasenta menurun dan memaksa bayi
untuk keluar sebelum waktunya. Karena bayi lahir sebelum
masa gestasi yang cukup maka organ tubuh bayi belum matur sehingga bayi lahir
prematur memerlukan perawatan yang sangat khusus untuk memungkinkan bayi
beradaptasi dengan lingkungan luar.
F.
Pathway
TERLAMPIR
G.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemantauan
glukosa darah terhadap hipoglikemia. Nilai normal glukosa serum: 45 mg/dl.
2.
Pemantauan gas
darah arteri. Normal untuk analisa gas darah apabila kadar PaO2
50 – 70 mmHg dan kadar PaCO2 35 – 45 mmHg dan saturasi oksigen harus 92 – 94 %.
3.
Kimia darah
sesuai kebutuhan.
4.
Pemeriksaan sinar sesuai kebutuhan.
5.
Penyimpangan
darah tali pusat.
H. Pencegahan
Cara
utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak awal,
sebelum tanda-tanda persalinan muncul.Dimulai dengan pengenalan pasien yang
berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap
persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan
pencegahan dapat segera dilakukan.
Beberapa
indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm, sebagai
berikut.
a. Indikator
Klinik
Indikatro klinik yang dapat
dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan serviks (secara manual
maupun ultrasonogafi).Terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan akan
terjadinya persalinan preterm.
b. Indikator
laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang
bermakna antara lain adalah : jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ ml atau
lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum
ibu (> 13.000/ml).
c. Indikator
Biokimia
-
Fibronektin Janin : Peningkatan kadar
fribronektin janin pada vagina, serviks, dan air ketuban memberikan indikasi
adanya gangguan pada hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24
minggu atau lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan
resiko persalinan preterm.
-
Corticotropin releasing hormone (CRH) :
peningkatan CRH dini atau pada trimester dua merupakan indikator kuat untuk
terjadinya persalinan preterm.
-
Sitokin Inflamasi : seperti IL-1β, IL-6,
IL-8, dan TNF-α telah diteliti sebagai mediator yang mungkin berperan dalam
sintesis protaglandin.
-
Isoferitin plasenta : pada keadaan
normal (tidak hamil) kadar insoferitin sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat
secara bermakna selama kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu
54,8 ± 53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan
preterm.
-
Feritin : rendahnya kadar feritin
merupakan indikator yang sensitif untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan
ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk
kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan
kadar feritin dan kejadian penyakit kehamilan, termasuk persalinan preterm.
Beberapa
langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain
sebagai berikut.
d. Hindari
kehamilan pada ibu terlalumuda (kurang dari 17 tahun).
e. Hindarai
jarak kehamilan terlalu dekat.
f. Menggunakan
kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik.
g. Anjurkan
tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik).
h. Hindari
kerja berat dan perlu cukup beristirahat.
i.
Obati penyakit yang dapat menyebabkan
persalinan preterm.
j.
Kenali dan obati infeksi genital/saluran
kencing.
k. Deteksi
dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan preterm.
I.
Penatalaksanaan Terapi
1. Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah
dipakai untuk menghambat persalinan, tidak ada yang benar-banar efektif.Namun,
pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus
yang regular dengan perubahan serviks.
Alasan pemberian tokolisis pada
persalinan preterm adalah :
a. Mencegah
mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.
b. Memberi
kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru janin.
c. Memberi
kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih lengkap.
Beberapa
macam obat yang dapat digunakan sebagai toklisis adalah :
a. Kalsium
antagonis : Nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam
sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontraksi
berulang.
b. Obat
β-mimetik : seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol, dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
c. Sulfas
magnesikus dan antiprostaglandin (indometasin) : jarang dipakai karena efek
samping pada ibu ataupun janin.
2. Kortikosteroid
Pemberian terapi kortekostroid
dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin, menurunkan insidensi RDS,
mencegah perdarahan intraventrikular, yang akhirnya menurunkan kematian
neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan > 35
minggu.
Obat yang diberikan adalah :
deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena
risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal
kortikosteroid adalah :
o
Betametason : 2x12 mg i.m, dengan jarak
pemberian 24 jam.
o
Deksametason : 4x6 mg i.m, dengan jarak
pemberian 12 jam.
3. Antibiotika
Antiiotika iberikan bilamana
kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi seperti pada kasus KDP. Obat
diberikan per oral, yang di anjurkanadalah : erotrominin 3x500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3x500 mg selama 3 hari, atau dapat
menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian
ko-amoksiklaf.
J.
Penatalaksanaan Persalinan
1. Komunikasi.
Komunikasi yang efektif sangat
penting dalam perawatan dan penatalaksanaan ibu selama persalinan prematur.
Menurut Code of Profisional Conduct NMC (2004), ibu dan keluarga harus mendapat
informasi jelas tentang risiko yang terdapat pada setiap alur perawatan yang
berbeda yang mungkin diambil dan penatalaksanaan selanjutnya untuk bayi
prematur.
2. Analgesia.
Penggunaan analgesia epidural
bermanfaat dalam penatalaksanaan persalinan prematur kerana dapat membantu
mencegah dan menghambat ibu untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap atau
mencegah dan menghambat pelahiran yang mendadak dan dramatis yang dapat
menyebabkan gangguan pada janin.
3. Tanda
Vital Ibu dan Janin.
Pemantauan ketat tanda-tanda vital
ibu dan janin sangat penting dilakukan untuk menjamin keselamatan ibu dan bayi,
khususnya ibu yang sejak awal sudah memiliki masalah fisiologis.
4. Penatalaksanaan
Membran.
Membran sedapat mungkin harus tetap
utuh selama persalinan agar cairan ketuban dapat berfungsi sebagai buffer untuk
menahan tekanan intrauterin yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus. Cairan ini
dapat membantu melindungi tubuh janin yang rapuh dan khusunya kepala janin dari
trauma lahir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya
memprediksi, mencegah, dan mengelola persalinan dan perlahiran prematur hingga
kini masih menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan profesional.
Tujuan perawatan adalah :
Ø Pertama
mengkaji dan mengenali faktor risiko yang dapat menyebabkan persalinan
prematur.
Ø Kedua,
mewujudkan pelahiran yang aman dan tepat waktu bagi ibu dan bayi dengan bantuan
tenaga kesehatan profesional yang trampil dan berpengalaman.
Ø Akhirnya,
memberikan asuhan neonatal spesialis dan tepat, yang akan meningkatkan hasil
akhir bagi bayi prematur selama periode neonatal.
B. Saran
Penulis menyadari masih
banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini,
agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Geri, Morgan. 2009. Obstetri
&Ginekologi : Panduan Praktik. Jakarta : EGC
Holmes, debbie dan philiph N. Baker.
2011. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar