Selasa, 28 Oktober 2014

Laporan Pendahuluan Halusinasi



LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

  1. Masalah Utama
      Perubahan sensori persepsi: halusinasi

  1. Proses Terjadinya Masalah
1.      Definisi/Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Marasmis WF, 2005).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart GW, Sundeen, 1998)
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu. (Hawari D. 2001)
Tanda dan gejala halusinasi:
a.       Bicara, senyum dan tertawa sendiri
b.      Menarik diri dan menghindar dari orang lain
c.       Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
d.      Tidak dapat memusatkan perhatian
e.       Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut.
f.       Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

                                                                           
2.      Penyebab
      Halusinasi disebabkan oleh Isolasi sosial: Menarik diri
               Menarik diri adalah suatu sikap dimana individu menghindari dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain (Rawlins, 1993)
            Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Keliat BA, 1999)
Tanda dan Gejala Isolasi sosial: Menarik diri
a.       Gejala positif
1)      Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2)      Menghindar dari orang lain (menyendiri)
3)      Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
4)      Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
5)      Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
6)      Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
7)      Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
8)      Posisi janin saat tidur
b.      Gejala negatif
1)      Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
2)      Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3)      Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4)      Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
5)      Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
3.      Akibat
Salah satu akibat dari perubahan sensori persepsi: halusinasi adalah risiko perilaku kekerasan: Amuk
Risiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai kecenderungan melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (stuart GW sundeen, 1998)
Risiko perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secara fisik, emosional, dan atau sexualitas (Santoso B, 1998)

Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan: Amuk
a.       Emosi: tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
b.      Fisik: muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c.       Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d.      Spiritual: kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.
e.       Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan humor.





  1. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Perubahan sensori perseptual : halusinasi
 
 
Core problem


 
Isolasi sosial : menarik diri

  1. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1.      Masalah Keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b.Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
      2. Data yang perlu dikaji
a.       Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1)      Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin       membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2)      Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
b.      Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1)      Data Subjektif
·         Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata.
·         Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
·         Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
·         Klien merasa makan sesuatu.
·         Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
·         Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
·         Klien ingin memukul/melempar barang-barang.
2)      Data Objektif
·         Klien berbicara dan tertawa sendiri.
·         Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
·         Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
·         Disorientasi.
c.       Isolasi sosial : menarik diri
1)      Data Subjektif
Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi, mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain, klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
2)      Data Objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

  1. Diagnosa Keperawatan
a.       Perubahan sensori perseptual : halusinasi.
b.      Isolasi sosial

  1. Rencana Keperawatan
   Diagnosa 1: Perubahan sensori perseptual : halusinasi.
a.       Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b.      Tujuan khusus :
1)      Klien dapat membina hubungan saling percaya.



Tindakan :
1.1  Salam terapeutik – perkenalan diri – jelaskan tujuan – ciptakan lingkungan yang tenang – buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik).
1.2  Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
1.3  Empati.
1.4  Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan.
2)      Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan :
2.1  Kontak sering dan singkat.
2.2  Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal).
2.3  Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak.  Katakan perawat akan membantu.
2.4  Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi.
2.5  Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi.
3)      Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, berbicara dengan orang lain, melakukan kegiatan dan ikut dalam TAK.
Tindakan :
3.1  Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi.
3.2  Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk mengontrol halusinasinya.
3.3  Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : menghardik mengatakan pada suara tersebut “saya tidak mau dengar), bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan.
3.4  Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan.
3.5  Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika berhasil.
3.6  Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi.
4)      Klien dapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
4.1    Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara, memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
4.2    Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Diagnosa 2: Isolasi sosial
a.       Tujuan Umum: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
b.      Tujuan Khusus:
1)            Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional: hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan selanjutnya
Tindakan:
1.1    Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara:
a.       Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b.      Perkenalkan diri dengan sopan
c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d.      Jelaskan tujuan pertemuan
e.       Jujur dan menepati janji
f.       Tunjukkan sikap empati dan menerima klian apa adanya
g.      Berikan perhatian pada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2)            Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Rasional: memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu mengurangi stres dan penyebab perasaan menarik diri
Tindakan:
2.1    Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
2.2    Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3    Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.4    Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3)            Klien dapat menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Rasional:
·         Untuk mengetahui keuntungan dari bergaul dengan orang lain
·         Untuk mengetahui akibat yang dirasakan setelah menarik diri
Tindakan:
3.1    Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.1.1    Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.1.2    Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3.1.3    Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.2    Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
3.2.1    Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
3.2.2    Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3.2.3    Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4)            Klien dapat melaksanakan interaksi social secara bertahap
Rasional:
·         Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku menarik diri yang biasa dilakukan
·         Untuk mengetahui perilaku menarik diri dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dan destruktif
Tindakan:
4.1    Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2    Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap:
·         K-P
·         K-P-P lain
·         K-P-P lain- K lain
·         K-Kel/Kelp/Masy
4.3    Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4.4    Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5    Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.6    Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7    Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5)            Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Rasional: dapat membantu klien dalam menemukan cara yang dapat menyelesaikan masalah
Tindakan:
5.1    Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
5.2    Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
5.3    Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
6)            Klien dapat memberdayakan sistem pendukung/ keluarga
Rasional: memberikan penanganan bantuan terapi melalui pengumpulan data yang lengkap dan akurat kondisi fisik dan non fisik pasien serta keadaan perilaku dan sikap keluarganya
Tindakan:
6.1    Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
·         Salam, perkenalan diri
·         Jelaskan tujuan
·         Buat kontrak
·         Eksplorasi perasaan klien
6.2    Diskusikan dengan anggota keluarga tentang:
·         Perilaku menarik diri
·         Penyebab perilaku menarik diri
·         Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
·         Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3    Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
6.4    Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
6.5    Beri reinforcement positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

Maramis WF. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press.
Stuart GW, Sundeen.1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa (ed. Indonesia). Jakarta: EGC.
Hawari D. 2001. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Stuart, Laraia. 2001. Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book.
Keliat BA. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Suseno D. Psikofarmaka. 2009. Diakses pada tanggal 21 agustus 2009 dari http://portalperawat.blogspot.com/2009/05/psikofarmakologi-obat-obatan-untuk.html







Semarang,      Mei 2011
Pembimbing Klinik                                                     Mahasiswa
           



Unik Setyawati, S. Kep, Ns.                                              Dian Rianti








 
 NIP.                                                                       NIM. 22020110200009



Mengetahui,
Pembimbing Akademik




Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep


 
        NIP.
















STRATEGI PELAKSANAAN PSIKOTERAPEUTIK PASIEN
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 1P

  1. Kondisi pasien
Klien sering menyendiri di kamar; terkadang tertawa sendiri; klien mengatakan bisa bercakap-cakap dengan Allah SWT.

  1. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.

  1. Tujuan
1.      Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2.      Tujuan khusus
a.       Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b.      Klien dapat mengenal halusinasinya.
c.       Klien dapat mengontrol halusinasinya.

  1. Intervensi keperawatan
1.      Beri salam, sapa klien dengan ramah sambil berjabat tangan.
2.      Tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai klien dan jelaskan tujuan interaksi.
3.      Observasi tingkah laku yang terkait halusinasi.
4.      Diskusikan dengan klien tentang halusinasi yang dialami (isi, waktu, frekuensi, dan respon) saat terjadi halusinasi.
5.      Diskusikan dengan klien tentang cara mengontrol halusinasi.
6.      Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
7.      Masukkan dalam jadwal harian.

  1. Strategi pelaksanaan
1.      Fase orientasi
a.       Salam terapeutik
“Selamat pagi Mas kenalkan nama saya Dian Rianti  biasa dipanggil Dian. Saya mahasiswa dari Ilmu Keperawatan UNDIP, selama 2 bulan akan praktik di sini.”
Mas namanya siapa? Kalau boleh saya tahu Mas senang dipanggil siapa?”
b.      Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? Apa keluhan Mas saat ini?”
c.       Kontrak
1)        Topik
“Baiklah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang suara-suara yang Mas dengar tapi tak tampak wujudnya?
2)        Tempat
Mau bincang-bincang dimana? Kursi didepan?
3)        Waktu
Mau berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
2.      Fase kerja
“Apakah Mas I mendengar suara yang tak ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan paling sering Mas I mendengar suara itu? Berapa kali sehari Mas I alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah saat sendirian?”
“Apa yang Mas I rasakan saat mendengar suara-suara itu? Suara-suara yang Mas I dengar itu namanya halusinasi, halusinasi adalah suara-suara yang hanya Mas I dengar tapi orang lain tidak. Lalu apa yang Mas I lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana cara mengusir suara-suara tersebut berdasarkan isi bacaan tadi?”.
“Mas I ada empat cara mencegah suara-suara itu muncul. Yang pertama dengan menghardik/ mengusir suara tersebut. Kedua dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Keempat minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik/ mengusir bisikan suara tersebut?”
“Caranya saat suara itu muncul langsung Mas I bilang pergi saya tidak mau dengar, ……. Pergi saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba Mas I peragakan! Nah, begitu bagus…! Coba lagi ya! Ya bagus Mas I sudah bisa.”
3.      Fase terminasi
a.       Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Mas I setelah peragaan tadi?”
b.      Evaluasi obyektif
“Mas I tadi saya sudah berikan salah satu contoh mengontrol halusinasi, dengan cara apa itu Mas? Bagaimana kalau Mas I mencobanya lagi? Iya benar sekali.”
c.       Rencana tindak lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa saja latihannya? pagi, siang atau malam”
d.      Kontrak
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan cara mengendalikan suara-suara itu dengan cara yang kedua? Mas I mau jam berapa? Mau dimana tempatnya? Baiklah, sampai jumpa.”





Semarang,      Mei 2011
Pembimbing Klinik                                                     Mahasiswa
           



Unik Setyawati, S. Kep, Ns.                                              Dian Rianti








 
 NIP.                                                                       NIM. 22020110200009



Mengetahui,
Pembimbing Akademik




Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep


 
        NIP.

















STRATEGI PELAKSANAAN PSIKOTERAPEUTIK PASIEN
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 2P

A.    Kondisi pasien
Klien sering menyendiri di kamar; klien mengatakan masih bisa berbicara dengan Allah SWT.

  1. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.

  1. Tujuan
1.    Tujuan umum
Klien tidak terjadi gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
2.    Tujuan khusus
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
  1. Intervensi keperawatan
1.    Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Jelaskan klien tentang cara-cara mengontrol halusinasi dengan teknik bercakap-cakap dengan orang lain
3.    Ajarkan klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan orang lain
4.    Menganjurkan klien untuk memasukkan kegiatan cakap-cakap ke dalam kegiatan sehari-hari klien

  1. Strategi pelaksanaan
1.    Fase orientasi
a.    Salam terapeutik
“Selamat pagi Mas masih ingat dengan saya?.”
b.   Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? Apakah masih mendengar suara-suara yang seperti kita bicarakan kemarin? Apakah mas telah mempraktekkan cara menghardik halusinasi tersebut 1x/ hari, yaitu sebelum tidur?”
c.   Kontrak
“seperti janji saya kemarin sekarang kita akan berdiskusi mengenai cara mengontrol halusinasi dengan cara cakap-cakap dengan orang lain. Bagaimana kalau tempatnya di kursi depan ruang televisi ini? Waktunya kira-kira 20 menit ya Mas. ”
2.    Fase kerja
“Mas I saya mempunyai bacaan untuk Mas I”.
“ Tolong Mas I jelaskan kepada saya tentang isi dari bacaan yang tadi Mas I baca”.
“Iya benar sekali Mas, bacaan itu isinya cara kontrol halusinasi dengan cara bincang-bincang dengan orang lain”.
“Bagaimana mana Mas sudah bisa mempraktekkannya atau mau saya jelaskan terlebih dahulu? Oh baiklah akan saya jelaskan terlebih dahulu sebelum kita mempraktek secara langsung cara kontrol halusinasi dengan teknik bincang-bincang ini.”
“Bagaimana mas sudah jelas penjelasan dari saya tentang cara untuk mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap?”
“Ohw sudah, bagus. Kalau begitu sekarang saya akan mempraktekkan cara control halusinasi dengan cara bincang-bincang dengan teman saya ya. Perumpamaaan saja, saya sekarang mendengar suara-suara yang menyuruh saya untuk membuka baju, kenudian saya bertanya kepada teman saya, Apakah kalian mendengar suara-suara yang menyuruh untuk buka baju? Ternyata teman saya menjawab tidak, suara yang saya dengar itu suara yang tidak nyata yang orang lain tidak mendengarnya. Kemudian saya meminta tolong ke teman saya agar dia mengajak saya terus mengobrol supaya suara-suara tersebut hilang.”
“Bagaimana Mas, jelas atau belum penjelasan dari saya? Bagaimana kalau sekarang Mas I mempraktekkanya cara yang sudah saya ajarkan tadi ke saya?”
“Bagaimana mbak. Tolong diulangi sekali lagi. Okey akan saya ulang sekali lagi. Bagaimana Mas I sudah jelas?”
“Sudah mbak. Ayo sekarang tolong praktekkan, umpanya saya orang lain dan Mas I sekarang mendengar suara-suara yang menyuruh Mas I untuk buka baju. Mbak saya mendengar suara-suara yang menyuruh saya untuk membuka baju, Apakah mbak juga mendengar suara itu? Tidak Mas, saya tidak mendengar suara-suara itu. Tolong ajak saya ngobrol mbak supaya suara-suara tersebut hilang”
“yak bagus Mas. Besok kegiatan bincang-bincang ini dilakukan ketika Mas I mendengar suara-suara yang orang lain tidak mendengarnya ya….. supaya suara-suara tersebut hilang.”
3.    “Fase terminasi
a.    Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Mas I setelah mempraktekkan cara control halusinasi dengan cara bincang-bincang tadi?”
b.   Evaluasi obyektif
  “Mas I tadi saya sudah berikan salah satu contoh mengontrol halusinasi, dengan cara apa itu Mas? Bagaimana kalau Mas I mencobanya lagi? Iya benar sekali.”
c.    Rencana tindak lanjut
  “Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa saja latihannya?pagi, siang atau malam”
d.   Kontrak
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan cara mengendalikan suara-suara itu dengan cara yang ketiga? Mas I mau jam berapa? Mau dimana tempatnya? Baiklah, sampai jumpa besok ya Mas?”

Semarang,      Mei 2011
Pembimbing Klinik                                                     Mahasiswa
           



Unik Setyawati, S. Kep, Ns.                                              Dian Rianti








 
 NIP.                                                                       NIM. 22020110200009



Mengetahui,
Pembimbing Akademik




Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep


 
        NIP.
















STRATEGI PELAKSANAAN PSIKOTERAPEUTIK PASIEN
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 3P

A.    Kondisi pasien
Klien mulai bergaul dengan temannya; klien mengatakan terkadang halusinasinya masih muncul, masih bisa berbicara dengan Allah SWT.

B.     Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.

C.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Klien tidak terjadi gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
2.      Tujuan khusus
Klien dapat mengontrol halusinasinya.

D.    Intervensi keperawatan
1.    Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
2.    Mendiskusikan aktivitasyang biasa dilakukan pasien.
3.    Melatih pasien melakukan aktivitas tersebut.
4.    Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas kegiatan dari bangun pagi sampai tidur malam.
5.    Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
6.    Anjurkan klien untuk memasukkan aktivitas kegaiatan yang telah terjadwal ke kegiatan sehari-hari.



E.     Strategi pelaksanaan
Fase orientasi
a.       Salam terapeutik
“Selamat pagi Mas I.”
b.      Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? bagaimana tadi malam masih sering mendengar suara-suara? Apakah kemarin sudah mempraktekkan bercakap-cakap untuk mengontrol halusinasi dengan 2 perawat yang berbeda?”
c.       Kontrak
“Baiklah, bagaimana kalau kita sekarang menyusun jadwal harian untuk kegiatan harian mas I beberapa hari kedepan?Mau bincang-bincang dimana? Kursi didepan? Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Fase kerja
Mari mas sekarang kita menyusun jadwal kegiatan untuk Mas I. Mas I setiap hari kegaitannya apa? Coba sebutkan dari bangun tidur sampai sebelum tidur.  Bangun tidur jam berapa? Terus kegiatnnya apa?  Njagong, antri mandi, sarapan, trus njagong lagi. Trus kegiatannya apa lagi? Siang biasanya makan siang trus njagong sebentar dan kemudian tiduran. Sore biasanya mandi trus makan dan kemudian minum obat dan tidur”
“Sholatnya kapan Mas I?”
“Oh ya sholat?”
“Nanti jadwal kegiatan ini saya berikan ke Mas I tolong nanti diisi ya dilakukan dengan mandiri, bantuan atau ketergantungan ya….”
Fase terminasi
a.       Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Mas I setelah membuat susunan jadwal kegiatan dalam sehari tadi?”

b.      Evaluasi obyektif
“Tadi kegitannya apa aja mas?”
c.       Rencana tindak lanjut
“Tolong aktivitas yang telah kita rencanakan secara terjadwal tadi besok dilaksanakan dan kolomnya diisi apakah dilakukan dengan mandiri, bantuan atau ketergantungan ya….sebisa mungkin jangan sampai ada waktu yang terbuang sia-sia untuk melamun ya mas, sebisa mongkin menyibukkan diri dengan kagiatan-kegiatan di RSJD ini.”
d.      Kontrak
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar agar Mas I minum obat secara teratur? Mas I mau jam berapa? Mau dimana tempatnya? Bagaimana kalau nanti siang jam 10. 00 WIB? Baiklah, sampai jumpa nanti ya Mas.”


Semarang,      Mei 2011
Pembimbing Klinik                                                     Mahasiswa
           



Unik Setyawati, S. Kep, Ns.                                              Dian Rianti








 
 NIP.                                                                       NIM. 22020110200009



Mengetahui,
Pembimbing Akademik




Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep


 
        NIP.

STRATEGI PELAKSANAAN PSIKOTERAPEUTIK PASIEN
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 4P

A.    Kondisi pasien
Klien mulai mau bergaul dengan teman lain; klien mengatakan halusinasinya tidak muncul saat klien melakukan aktivitas.

B.     Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.

  1. Tujuan
1.    Tujuan umum
Klien tidak terjadi gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
2.    Tujuan khusus
Klien dapat mengontrol halusinasinya.

  1. Intervensi keperawatan
1.    Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2.    Jelaskan jenis, dosis, waktu minum obat serta manfaat minum obat (5 benar: benar orang, benar dosis, benar waktu, benar cara pemberian dan benar obat).
3.    Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya berdasarkan prinsip 5 benar.
4.    Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur, akibat putus obat dan cara mendapatkan obat.
5.    Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan minum obat secara teratur ke kegiatan sehari-hari klien.



  1. Strategi pelaksanaan
a.       Fase orientasi
                                    1)      Salam terapeutik
“Selamat siang mas I?”
                                    2)      Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? Apakah jadwal yang tadi kita buat sudah dilengkapi? Apakah mas sudah mulai mempraktekkan jadwal yang telah disusun ini? ”
                                    3)      Kontrak
“Seperti janji saya tadi pagi, sekarang kita akan berdiskusi mengenai cara mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur. Bagaimana kalau tempatnya di kursi depan ruang televisi ini? Atau mau di ruang tamu? Waktunya kira-kira 20 menit ya Mas. ”
b.      Fase kerja
“Mas I saya mempunyai bacaan untuk Mas I”.
“Tolong Mas I jelaskan kepada saya tentang isi dari bacaan yang tadi Mas I baca”.
“Iya benar sekali Mas, bacaan itu isinya cara kontrol halusinasi dengan cara minum obat secara tertur”.
“Obatnya Mas I apa saja? Tolong saya dijelaskan. Trus cara minumnya bagaimana dan sehari minum berapa kali?”
“Iya betul. Obatnya Mas I ada 2, yaitu Clozaril yang warnanya kuning yang fungsinya untuk menghilangkan suara-suara, dan depakot yang warnanya putih dan ukurannya besar untuk terapi kejang. Kedua obat tersebut dapat didapat dari SRJD Amino gondohutomo ini ataupun melaui puskesmas ya Mas”
“Minum obatnya sehari 2 kali ya Mas I: pagi dan malam.”
“Cara minum obatnya: obat diminum secara langsung bisa dengan air putih ataupun teh”
“ Bagaimana mas sudah jelas?”
“Sudah mbak. Ayo sekarang tolong jelaskan, tadi obatnya ada berapa? Jenisnya apa saja dan cara minumnya bagaimana?”
“Yak bagus Mas. Benar sekali. Selama ini Mas I merasakan adanya efek samping dari minum obat ndak? Seperti mata berkunang-kunang, mulut kering dan mual?”
“Kalau mulutnya terasa kering Mas I perbanyak minum ya, kalau mata berkunang-kunang Mas I cepat=cepat untuk tidur ya.”
“Ada yang mau ditanyakan Mas I?”
“Tidak ada. Baiklah nanti Mas I minum obat ya sehari 2 kali dengan 2 jenis obat, yaitu Clozaril dan depakote. Obat tersebut tolong diminum secara teraur ya mas baik selama di rumah ataupun di RS. Jangan sampai putus obat sebelum mendapat rekomendasi dari dokter untuk putus obat ya……karena kalau putus obat sebelum waktunya akan menyebabkan kekambuhan yang lebih berat pada Mas I
c.       Fase terminasi
                                    1)      Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Mas I setelah saya terangkan tentang cara-cara minum obat yang benar dan teratur untuk mengontrol halusinasi?”
                                    2)      Evaluasi obyektif
“Mas I tadi tadi sudah saya jelaskan tentang cara minum obat yang benar, tolong diulang lagi tentang jenis obat Mas I, cara minumnya dan berapa kali mas I minum dalam sekali? Iya benar sekali.
                                    3)      Rencana tindak lanjut
Minum obat secara teratur ini tolong dimasukkan ke jadwal harian ya Mas di pagi dan malam hari yang diminum setelah makan”
                                    4)      Kontrak
“Mas I dari kemarin saya telah mengajari Mas I 4 cara control halusinasi, yaitu dengan cara menghardik, bincang-bincang, melakukan kegiatan secara terjadwal dan minum obat secara terutur. Tolong semua itu dilakukan baik selama Mas I masih di R S ataupun di rumah nanti. Saya akan memantau kondisi Mas F dan pelaksanaan 4 program tersebut untuk mengendalikan halusinasi mas ya. Besok Mas I ada waktu jam berapa? Agendanya hanya ngobrol-ngobrol seperti biasa kok. Bagaimana kalau pagi jam 10.00 WIB di depan TV?”



Semarang,      Mei 2011
Pembimbing Klinik                                                     Mahasiswa
           



Unik Setyawati, S. Kep, Ns.                                              Dian Rianti








 
 NIP.                                                                       NIM. 22020110200009



Mengetahui,
Pembimbing Akademik




Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep


 
        NIP.









STRATEGI PELAKSANAAN PSIKOTERAPEUTIK KELUARGA
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 1K

A.    Kondisi keluarga
Keluarga mengeluhkan klien dahulu sering menyendiri di kamar; terkadang tertawa sendiri; keluarga mengatakan klien sering berbicara dengan Allah SWT.

B.     Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.

C.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Klien tidak terjadi gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
2.      Tujuan khusus
       Klien mendapat dukungan dari keluarga.

D.    Intervensi keperawatan
1.        Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat keluarga.
2.        Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat pasien dengan halusinasi.

  1. Strategi pelaksanaan
1.      Fase orientasi
a.       Salam terapeutik
“Selamat pagi Mas dan keluarga sekalian kenalkan nama saya Dian Rianti  biasa dipanggil Dian. Saya mahasiswa dari Ilmu Keperawatan UNDIP, selama 2 bulan akan praktik di sini.”
Ibu namanya siapa? Kalau boleh saya tahu Ibu senang dipanggil siapa?”
b.      Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan keluarga hari ini? Apa keluhan Ibu saat ini?”
c.       Kontrak
“Baiklah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang maslah yang dialami keluarga dalam merawat Mas I? Mau bincang-bincang dimana? Kursi didepan? Mau berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
2.      Fase kerja
“Apa yang Bpk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat Mas I Apa yang Bpk/Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau  marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau anak Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk membantu anak Bapak/Ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan anak Ibu, jangan membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”. 
”Kedua, jangan biarkan anak Ibu melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih anak Bapak/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Bapak/Ibu untuk minum obat secara teratur. Jadi bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 2 macam, ini yang orange namanya Clozaril gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan. Diminum 2 X sehari pada jam 7 pagi dan jam 7 malam. Yang putih besar namanya depakote sebagai anti kejang. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi anak Ibu dengan cara menepuk punggung anak Ibu. Kemudian suruhlah anak Ibu menghardik suara tersebut. Anak Ibu  sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Ibu. Sambil menepuk punggung anak Ibu, katakan: I sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang diajarkan perawat bila suara-suara itu datang?  Ya..Usir suara itu, I. Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, I
”Sekarang coba Bapak/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”

3.      Fase terminasi
a.       Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Ibu dan keluarga sekalian setelah peragaan tadi?”
b.      Evaluasi obyektif
“Ibu dan keluarga sekalian tadi saya sudah berikan cara-cara yang bisa digunakan dalam merawat Mas I. Bagaimana kalau Ibu dan keluarga  sekarang mengulanginya? Iya benar sekali.”
c.       Rencana tindak lanjut
“Tadi saya telah menjelaskan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat halusinasi tolong nanti dingat-ingat ya Ibu dan keluarga sekalian
d.      Kontrak
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan cara merawat Mas I secara langsung ketika nanti keluarga menjenguk Mas I kembali? Nanti dengan waktu kapan keluarga akan menjenguk Mas I kembali tolong nanti saya dihubungi.  Baiklah, sampai jumpa.”


Semarang,      Mei 2011
Pembimbing Klinik                                                     Mahasiswa
           



Unik Setyawati, S. Kep, Ns.                                              Dian Rianti








 
 NIP.                                                                       NIM. 22020110200009



Mengetahui,
Pembimbing Akademik




Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep


 
        NIP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar