Selasa, 28 Oktober 2014

Makalah ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang menandakanadanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dan yang lainnya. Di negara Indonesia, anak  berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telahdiberikan layanan antara lain adalah anak dengan ADHD.ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder,suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulitmemusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak),Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak  bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3-5% anak usiasekolah menderita ADHD (Tanner, 2007). Dengan memperoleh pendidikan yang sesuai dengan jenis dan tingkatankelainan ABK khususnya anak dengan ADHD, diharapkan ABK khususnyaADHD memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berguna untuk dirinyasendiri serta dapat turut berpatisipasi dalam pembangunan demi menciptakankesejahteraan bangsa dan negaranya.Prinsip bimbingan dan konseling adalahGuiedance For All´dimanasemua individu memiliki hak yang sama dalam mendapatkan layanan bimbingandan konseling, siapa pun individu itu, dari mana pun individu itu berasal, dan bagaimana pun kondisi konseling.

B.     Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistemneurobehavior yang berjudul ” ADHD”.
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah untuk dapat mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan pada gangguan ADHD agar dapat menambah pengetahuan penulis ataupun pembaca.






BAB II
PEMBAHASAN


A.    DEFINISI
Hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal yang disebabkan disfungsi neurologia dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Begitu pula anak hiperaktif adalah anak yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian dengan Hiperaktivitas (GPPH) atau juga disebut dengan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. 
Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan pengertian istilah anak hiperaktif adalah : Hiperaktif menunjukkan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan namun tidak kunjung datang.
Jadi yang dimaksud dengan hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka, dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain. Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan namun tidak kunjung datang.




B.     KLASIFIKASI
a.       Tipe Anak yang Tidak Bisa Memusatkan Perhatian
Dalam tipe ini, anak sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak perempuan. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti sedang berada “di awang-awang”.Tidak bisa diajak bicara atau menerima instruksi karena perhatiannya terus berpindah-pindah, pelupa dan kacau.

b.      Tipe Anak yang Hiperaktif dan Impulsif
Anak-anak dalam tipe ini menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak- anak kecil.Anak dalam tipe ini memiliki ciri-ciri berikut: terlalu energik, lari ke sana kemari, melompat seenaknya, memanjat-manjat, banyak bicara, berisik.
Ia juga impulsif: melakukan sesuatu secara tak terkendali, begitu saja bertindak tanpa pertimbangan, tak bisa menunda respons, tidak sabaran. Tetapi yang mengherankan, sering pada saat belajar, ia menampakkan tidak perhatian, tetapi ternyata ia bisa mengikuti pelajaran.

c.       Tipe Gabungan.
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak-anak termasuk tipe seperti ini.Anak dalam tipe ini mempunyai ciri-ciri berikut: kurang mampu memperhatikan aktivitas dan mengikuti permainan atau menjalankan tugas, perhatiannya mudah terpecah, mudah berubah pendirian, selalu aktif secara berlebihan dan impulsif.

C.    ETIOLOGI
Pandangan-pandangan serta pendapat–pendapat mengenai asal usul, gambaran–gambaran, bahkan mengenai realitas daripada gangguan ini masih berbeda–beda serta dipertentangkan satu sama lainnya. Beberapa orang berkeyakinan bahwa gangguan tersebut mungkin sekali timbul sebagai akibat dari gangguan–gangguan di dalam neurokimia atau neurofisiologi susunan syaraf pusat. Istilah gangguan kekurangan perhatian merujuk kepada apa yang oleh banyak orang diyakini sebagai gangguan yang utamanya. Sindroma tersebut diduga disebabkan oleh faktor genetik, pembuahan ataupun racun, bahaya–bahaya yang diakibatkan terjadinya prematuritas atau immaturitas, maupun rudapaksa, anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.
Telah dilakukan pula pemeriksaan tentang temperamen sebagai kemungkinan merupakan faktor yang  mempermudah timbulnya gangguan tersebut, sebagaimana halnya dengan praktek pendidikan serta perawatan anak dan kesulitan emosional di dalam interaksi orang tua dan anak yang bersangkutan. Sampai sekarang tidak ada satu atau beberapa faktor penyebab pasti yang tidak dapat diperlihatkan. Namun untuk sementara banyak pendapat yang mengungkapkan bahwa anak yang hiperaktif memiliki pencetus antara lain:
a.       Faktor Genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat pada anak kembar. Anak laki-laki dengan eksra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu  telur lebih memungkinkan hiperaktif dibanding kembar dua telur.
b.      Faktor Neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalahprenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum atau eklamsia dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif.

Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang neuorologi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi.

Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan.
c.       Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
d.      Faktor Kultural dan Psikososial
·         Pemanjaan
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak terlalu manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang terlalu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
·         Kurang Disiplin dan Pengawasan
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang dibatasi. Jika anak dibiarkan begitu saja untuk berbuat sesuka hatinya dalam rumah, maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya ditempat lain termasuk di sekolah. Dan orang lain juga akan sulit untuk mengendalikannya di tempat lain baik di sekolah maupun di masyarakat.
·         Kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda agar mau mendengarkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.


D.    MANIFESTASI KLINIS
Ukuran objektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan ini memperlihatkan aktifitas fisik yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan anak–anak kontrol yang normal, tetapi gerakan–gerakan yang mereka lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka selalu gelisah dan resah. Mereka mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat impulsif dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan tersebut. Mereka mempunyai toleransi yang rendah terhadap perasaan frustasi dan secara emosional mereka adalah orang–orang yang labil serta mudah terangsang. Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau pertenangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara sosial mereka bersikap kaku. Beberapa orang di antara mereka bersikap bermusuhan dan negatif, tetapi ciri ini sering terjadi secara sekunder terhadap permasalahan–permasalahan psikososial yang mereka alami. Beberapa orang lainnya sangat bergantung secara berlebih–lebihan, namun yang lain lagi bersikap begitu bebas dan merdeka, sehingga kelihatan sembrono.
Kesulitan-kesulitan emosional dan tingkah laku lazim ditemukan dan biasanya sekunder terhadap pengaruh sosial yang negatif dari tingkah laku mereka. Anak-anak ini akan menerima celaan dan hukuman dari orang tua serta guru dan pengasingan sosial oleh orang-orang yang sebaya dengan mereka. Secara kronik mereka mengalami kegagalan di dalam tugas-tugas akademik mereka dan banyak diantara mereka tidak cukup terkoordinasi serta cukup mampu mengendalikan diri sendiri untuk dapat berhasil di dalam bidang olah raga. Mereka mempunyai gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali mengalami depresi. Terdapat angka kejadian tinggi mengenai ketidakmampuan belajar membaca matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik mereka dapat tertinggal 1 – 2 tahun dan lebih sedikit daripada yang sesunguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak itu.
Selain itu, digunakan instrumen Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI) untuk deteksi ADHD pada anak berusia 6-13 tahun, yang dapat dipakai oleh orang tua, guru, dokter. Jika fasilitas tersedia, sebelum dan sesudah pemberian terapi, dapat dilakukan pemeriksaan cognitive Event Related Potential (ERP), Matching Familiar Test, dan Continuous Performance Test untuk menilai kemampuan memusatkan perhatian dan tingkat kewaspadaan. 

F.     PENATALAKSANAAN
1.      Keperawatan
·         Pengobatan serta perawatan yang harus dilaksanakan pada anak yang mengalami gangguan hiperaktif ditujukan kepada keadaan sosial lingkungan rumah dan ruangan kelas penderita serta kepada kebutuhan-kebutuhan akademik dan psikososial anak yang bersangkutan, suatu penjelasan yang terang mengenai keadaan anak tersebut haruslah diberikan kepada kedua orang tuanya dan kepada anak itu sendiri.
·         Anak tersebut hendaklah mempunyai aturan yang berjalan secara teratur menurut jadwal yang sudah ditetapkan dan mengikuti kegiatan rutinnya itu, dan sebaiknya selalu diberikan kata-kata pujian.
·         Perangsangan yang berlebihan serta keletihan yang sangat hebat haruslah dihindarakan, anak tersebut akan mempunyai saat-saat santai setelah bermain  terutama sekali setelah ia melakukan kegiatan fisik yang kuat dan keras
·         Periode sebelum pergi tidur haruslah merupakan masa tenang, dengan cara menghindarkan acara-acara televisi yang merangsang, permainan-permainan yang keras dan jungkir balik.
·         Lingkungan di sekitar tempat tidur sebaiknya diatur sedemikian rupa, barang-barang yang membahayakan dan mudah pecah dihindarkan.
·         Tehnik-tehnik perbaikan aktif yang lebih formal akan dapat membantu, dengan memberikan hadiah kepada anak tersebut berupa bintang atau tanda sehingga mereka dapat mencapai kemajuan dalam tingkah laku mereka.

2.      Medis
·         Terapi farmakologi :
Farmakoterapi kerap kali diberikan kepada anak-anak yang mengalami gangguan hiperaktif. Farmakologi yang sering digunakan adalah dekstroamfetamin, metilfenidat, magnesium pemolin serta fenotiazin. obat tersebut mempunyai pengaruh-pengaruh sampingan yang lebih sedikit. Cara bekerja obat tersebut mungkin sekali adalah dengan mengadakan modifikasi di dalam gangguan-gangguan fundamental pada rentang perhatian, konsentrasi serta impulsivitas. Oleh karena respon yang akan mereka berikan terhadap pengobatan tidak dapat diramalkan sebelumnya, maka biasanya diperlukan suatu masa percobaan klinik, mungkin akan dibutuhkan waktu 2-3 minggu dengan pemberian pengobatan setiap hari untuk menentukan apakah akan terdapat pengaruh obat itu atau tidak.

·         Dosis:
Obat tersebut diberikan setelah makan pagi dan makan siang, agar hanya memberikan pengaruh yang minimal kepada nafsu makan dan tidur penderita.
-        Metilfenidat : dosis yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan usia masing-masing anak akan tetapi berat badan tidak berpengaruh terhadap dosis.pada awalnya mereka diberikan 5 mg pada saat makan pagi serta pada waktu makan siang. Jika tidak ada respon yang diberikan maka dosis di naikan dengan 2,5 mg dengan selang waktu 3-5 hari. Bagi anak-anak yang berusia 8-9 tahun dosis yang efektif adalah 15-20 mg/24 jam. Sementara itu anak yang berusia lebuh lanjut akan memerlukan dosis sampai 40 mg/jam. Pengaruh obat ini akan berlangsung selama 2-4 hari. Biasanya anak akan bersifat rewel dan menangis. Jika pemakaian obat ini sudah berlangsung lama dan dosis yang diberikan lebih dari 20 mg/jam rata-rata mereka akan mengalami pengurangan 5 cm dari tinggi yang diharapkan.
-        Dekstroamfetamin : dapat diberikan dalam bentuk yang dilepaskan (showreleased) secara sedikit demi sedikit. Dosis awalnya adalah 10 mg dengan masa kerja selama 8-18 jam sehingga penderita hanya membutuhkan satu dosis saja setiap hari, pada waktu sarapan pagi. Dosisnya dalah kira sebesar setengah dosis metilfenidat, berkisar antara 10-20 mg/jam
-        Magnesium pemolin : dianjurkan untuk memberikan dosis awal sebesar 18,75 mg, untuk selanjutnya dinaikan dengan setengah tablet/minggu. Akan dibutuhkan waktu selama 3-4 minggu untuk menetapkan keefektifan obat tersebut. Efek samping dari obat tersebut adalah berpengaruh terhadap fungsi hati, kegugupan serta kejutan otot yang meningkat.
-        Fenotiazin : dapat menurunkan tingkah laku motorik anak yang bersangkutan, efek samping : perasaan mengantuk, iritabilitas serta distonia.
-        CONCERTA
Indikasi 
Adhd yang bekerja selamaq 12 jam dengan dosis 1x1 di pagi hari
kandungan : metilfenidat HCL 18mg,36mg.
Dosis max 1 hari 1x54mg.
-        PROHIPER 10
Kandungan : metifenidat HCL 10mg.
Dosis anak2 (< 6 th):2x5mg
Dewasa 20-30 mg
Persediaan tablet
-        RITALIN/RITALIN SR/RITALIN LA
Kandungan : metilfenidat HCL 10 mg,30 mg, 40 mg
Dosis : tab dewasa sehari 2-3 tab
Anak-anak <6 th,awal 2x1/2 tab dg peningkatan ½ - 1 tab per minggu
Max sehari 6 tab.
Secara umum efek samping dari pemakaian obat-obatan tersebut diatas adalah anoreksia dan penurunan berat badan,  nyeri perut bagian atas serta sukar tidur, anak akan mudah menangis serta peka terhadap celaan ataupun hukuman, detak jantung yang meningkat serta penekanan pertumbuhan. Jika terjadi hal demikian maka pengurangan dosis atau penghentian pengguanaan obat-obatan perlu dihentikan.
G.    PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN TERAPI BERMAIN
Berdasarkan luasnya batasan terapi bermain maka penerapannya bagi penyandang ADHD memerlukan batasan-batasan yang lebih spesifik, disesuaikan dengan karakteristik penyandang ADHD sendiri. Pada anak penyandang ADHD, terapi bermain dapat dilakukan untuk membantu mengendalikan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas), melatih kemampuan mempertahankan perhatian pada objek tertentu, mengembangkan ketrampilan menunggu giliran, dan mengendalikan tingkat agresivitas. Tentu saja pemberian terapi perilaku ini akan kurang efektif tanpa dibarengi dengan tritmen yang berupa obat-obatan yang membantu untuk mengendalikan agresivitas, memberikan ketenangan kepada anak, dan mengurangi kecemasan.
Pada prinsipnya terapi bermain digunakan untuk menjadi media bagi anak untuk:
1.      mengalihkan perhatiannya dari aktivitas yang berlebihan namun tidak bermanfaat
2.      melatih anak melakukan tugas satu persatu
3.      melatih anak menunggu giliran
4.      mengalihkan sasaran agresivitas.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi bermain bagi anak ADHD adalah:
1.      Salah satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD adalah sensitivitas mereka terhadap perubahan sehingga kita harus membantu menciptakan sesuatu yang rutin untuk mereka. Dalam hal ini konsistensi yang dapat diciptakan terapis misalnya dalam hal waktu, aturan bermain, tempat, dan jumlah alat permainan. Pemilihan ini harus didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju.
2.      Permainan yang digunakan harus dipecah-pecah menjadi komponen-komponen kecil yang diajarkan satu persatu dengan tahap dan cara yang sama. Mereka selalu sulit mengorganisasikan waktu sehingga kita harus membantu untuk memecah-mecah tugas menjadi komponen-komponen kecil yang sederhana. Misalnya: cara menggambar di bagi dalam kegiatan mengambil kertas, mengambil pensil, mengambil crayon, dst.
3.      Terapi diberikan dalam beberapa tahap, pertama dengan satu anak satu terapis dalam tempat terapi khusus, kemudian perlahan-lahan anak akan dilibatkan dalam permainan bersama anak lain (sebaiknya yang tidak ADHD), dan jika sudah memungkinkan maka anak dilibatkan dalam kelompok yang lebih besar. Permainan sosial ini harus dirancang terapis dan orang tua untuk membantu anak mengembangkan ketrampilan bersosialisasi.
4.      Terapi bagi anak penyandang ADHD tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi tunggal. Mengingat bahwa gangguannya berkaitan dengan sirkuit di dalam otak, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain, yaitu terapi farmakologi. Rencana program terapi yang dijalankan pun harus disusun dengan terpadu dan terstruktur dengan baik, begitu juga proses evaluasinya.
5.      Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak ADHD hal ini justru akan digunakan untuk memperkenalkan aturan-aturan dan mengendalikan perilaku.
6.      Terapi bermain bagi penyandang ADHD dapat ditujukan untuk meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri sendiri, dan menghilangkan perilaku berlebihan yang tidak bermanfaat. Hal ini dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu kepada anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok, bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka diharapkan dapat digunakan untuk mengalihkan agresivitas yang muncul, juga jika anak sering berlarian tak bertujuan. Mengenalkan anak pada permainan konstruktif seperti menyusun balok juga akan membantu anak mengenal urutan dan membantu mengembangkan ketrampilan motorik


H.    TERAPI BERMAIN
1.                  Pelampung, anak ADHD memiliki banyak energi yang perlu disalurkan lewat aktivitas fisik. Olahraga seperti berenang bisa jadi salah satu cara.
2.                  Balok mencocokkan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat sehingga membangkitkan kepercayaam diri anak ADHD yang bermasalah dalam menyelesaikan tugas yang perlu waktu lama.
3.                  Krayon besar, memberi kesempatan anak ADHD melakukan sesuatu tanpa ada yang mengatakan benar-salah.




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Terhadap kondisi siswa yang demikian, biasanya para guru sangat susah mengatur dan mendidiknya. Di samping karena keadaan dirinya yang sangat sulit untuk tenang, juga karena anak hiperaktif sering mengganggu orang lain, suka memotong pembicaran guru atau teman, dan mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu yang diajarkan guru kepadanya.
Bimbingan dan konseling menjadi sarana mengatasi anak hiperaktif baik bimbingan konseling yang dilakukan di rumah maupun di sekolah. Selain itu perlu ada kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua dalam menangani anak yang hiperaktif. Kerjasama yang baik antara semua pihak dalam menangani anak hiperaktif akan sangat membantu dalam perbaikannya kedepan demi masa depan anak tersebut.

B.     Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.











DAFTAR PUSTAKA


Gunarsa, Singgih D. 1978. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Huda, M. Sholikul. Mengenal Anak Hiperaktif (Gangguan Hiperkinetik). [t.t]: [t.p]
L. Betz, Cecily, A. Sowden, Linda. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Alih Bahasa Jan Tambayong. Jakarta, EGC.
Nelson. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Alih Bahasa Hunardja S. Jakarta, Widya Medika.
Setiawani, Mary Go . 2000. Menerobos Dunia Anak. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Suryadi, Drs. 2007. Cara Efektif Mamahami Perilaku Anak Usia Dini. [t.t]: [t.p]
Zafiera, Ferdinand. 2007. Anak Hiperaktif. Jogjakarta: Katahati.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar