Selasa, 28 Oktober 2014

Makalah Obat Autisme



BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang
Setiap tahun di seluruh dunia, kasus autisme mengalami peningkatan. Dalam penelitian yang dirangkum Synopsis of Psychiatry awal 1990-an, kasus autisme masih berkisar pada perbandingan 1 : 2.000. Angka ini meningkat di tahun 2000 dalam catatan Autism Research Institute di Amerika Serikat sebanyak 1 dari 150 anak punya kecenderungan menderita autis. Di Inggris, datanya lebih mengkhawatirkan. Di sana berdasarkan data International Congress on Autism tahun 2006 tercatat 1 dari 130 anak punya kecenderungan autis. Yang bisa dilacak adalah faktor yang terkait dengan autisme, misalnya genetis dan biologis. Secara biologis, ada kemungkinan autisme berkaitan dengan gangguan pencernaan, alergi, gangguan kandungan, maupun polusi.

  1. Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem neurobehavior yang berjudul ” Obat-Obatan Pada Autisme”.
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah untuk dapat mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, serta obat-obatan pada gangguan autisme agar dapat menambah pengetahuan penulis ataupun pembaca.














BAB II
PEMBAHASAN

  1. DEFINISI
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305).
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305).
Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120).
Autisme adalah kelainan neuropsikiatrik yang menyebabkan kurangnya kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi, minat yang terbatas, perilaku tidak wajar dan adanya gerakan stereotipik, dimana kelainan ini muncul sebelum anak berusia 3 tahun (Teramihardja, J, 2007).

  1. JENIS AUTISME
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme menjadi dua yaitu:
1.      Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)
Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6 bulan.
2.      Autisme Regresif
Ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).

Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati, 2007) mengelompokkan autisme menjadi 3 kelompok :
1.      Autisme Persepsi
Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir
2.      Autisme Reaksi
Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar (6 – 7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan tertentu berulang – ulang dan kadang – kadang disertai kejang – kejang.
3.      Autisme Yang Timbul Kemudian .

  1. ETIOLOGI
Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive autisme dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:
1.      Genetis, abnormalitas genetik dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel–sel saraf dan sel otak
2.      Keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
3.      Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak trpenuhi karena faktor ekonomi
4.      Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan tubuhnya sendiri karena zat–zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri yang justru kebal terhadap zat–zat penting dalam tubuh dan menghancurkannya.
  1. MANIFESTASI KLINIS
Keterlambatan atau fungsi abnormal pada ketrampilan berikut, muncul sebelum umur 3 tahun :
1.      Interaksi Sosial.
2.      Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sosial.
3.      Bermain simbolik atau imajinatif.
4.      Gangguan kualitatif interaksi sosial, muncul paling sedikit 2 dari gejala berikut :
·         Gangguan yang jelas dalam perilaku non verbal (perilaku yang dilakukan tanpa bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh dan mimik untuk mengatur interaksi sosial.
·         Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang sesuai.
·         Tidak berbagi kesenangan, minat atau kemampuan mencapai sesuatu dengan orang lain.
·         Kurang interaksi sosial timbal balik.
5.      Gangguan kuantitatif komunikasi, paling sedikit satu dari gejala berikut :
·         Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa disertai usaha kompensasi dengan cara lain.
·         Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau mempertahankan komunikasi dengan orang lain.
·         Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa yang tidak dapat dimengerti.
·         Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau bermain menirukan secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya.
6.      Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang dan tidak berubah (stereotipik), yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala berikut :
·         Minat yang terbatas, stereotipik dan menetap dan abnormal dalam intensitas dan fokus.
·         Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan tidak fleksibel.
·         Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya flapping tangan dan jari, gerakan tubuh yang kompleks.
·         Preokupasi terhadap bagian dari benda.





  1. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
1.      Mengurangi masalah perilaku. Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif dan agresif.
2.      Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa. Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).
3.      Anak bisa mandiri dan bersosialisasi. Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis.
TERAPI BERMAIN
1.      Kartu bergambar, karena anak penyandang autisme lebih mudah belajar secara visual. Kartu bergambar akan membantu mengembangkan kemampuannya berkomunikasi.
2.      Bola dengan berbagai tekstur yang mudah digenggam membantunya belajar bermain, melempar dan menangkap yang bisa meningkatkan kesadaran indera perabanya.
3.      Mainan sebab akibat, misalnya mainan yang bila ditekan mengeluarkan suara. 
TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA
Beberapa pilihan terapi yang biasanya dianjurkan dokter, antara lain:
·         Applied Behaviorial Analysis (ABA), banyak dipakai di Indonesia dan biasanya dilakukan pada penderita autisme yang memiliki karakter mudah marah serta hiperaktif. Terapi ini dilakukan dengan memberikan hadiah atau pujian (positive reinforcement) pada anak.
·         Terapi Bicara, paling banyak digunakan untuk membantu anak autisme karena pada umumnya anak autisme mengalami kesulitan berbicara, atau tidak mampu menggunakan kemampuan bicaranya untuk berkomunikasi dengan orang lain.
·         Terapi Okupasi, hampir semua anak autisme mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik halus yang menyebabkan gerakannya menjadi kaku dan kasar. Terapi ini membantu pengembangan motorik halus tersebut untuk memegang pensil, sendok, ataupun menyuap makanan ke mulutnya dengan benar.
·         Terapi Fisik, dilakukan untuk mengatasi gangguan perkembangan pervasif (menerapkan kemampuan baru), karena banyak penderita autisme yang memiliki gangguan perkembangan motorik kasarnya, sehingga terkadang kondisi ototnya lembek. Hal ini menyebabkan keseimbangan tubuh yang kurnag bagus karena keadaan otot yang kurang kuat. Dengan demikian terapi ini dapat membantu untuk memperkuat keadaan otot-otot tersebut, serta memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
·         Terapi Sosial
·         Terapi Bermain, berfungsi untuk membantu untuk belajar berbicara, komunikasi, dan interaksi sosial.
·         Terapi Perilaku
·         Terapi Perkembangan
·         Terapi perkembangan mengajarkan keterampilan yang lebih spesifik.
·         Terapi Visual
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Terapi medikamentosa ini dilakukan karena individu dengan gangguan autisme ini mempunyai variasi perilaku yang mengganggu yang seringkali menimbulkan suasana yang tegang bagi keluarganya.  Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang mempunyai potensi untuk mengatasi  susana tersebut. Perilaku yang mengganggu dan disruptive tersebut misalnya: agresi, temper tantrum dan hiperaktivitas. Manajemen  terbaik dari perilaku tersebut adalah dengan  dosis rendah antipsikotik/neuroleptik, tapi  dapat juga dengan agonis reseptor alfa adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai alternatif.
·         Neuroleptik:
-        Neuroleptik tipikal potensi rendah – thioridazine – dapat menurunkan agresivitas dan agitasi. Dosis:  0,5-3 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3  kali/hari
-        Neuroleptik tipikal potensi tinggi – haloperidol  dan  pimozide – dapat menurunkan agresivitas, hiperaktivitas, iritabilitas, dan stereotipik.
Haloperidol
§  Sediaan : 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg
§  Dosis : Dewasa – Anak > 12 tahun 6 – 15 mg dibagi dalam 2 – 3 dosis
Pimozide – Orap Forte
§  Sediaan : 4mg
§  Dosis : Awal sehari 1-2 mg, pemeliharaan sehari 2 – 6 mg

-        Neuroleptik atipikal – rizperidone, clozapine, olanzapine
Rizperidone
§  Bila dipakai dalam dosis yang direkomendasikan: 0,5-3 mg/hari dibagi  dalam 2-3 kali/hari, yang dapat dinaikkan 0,25 mg setiap 3-5 hari sampai dosis inisial tercapai 1-2 mg/hari dalam 4-6 minggu, akan tampak perbaikan pada hubungan social, atensi, dan gejala obsesif.
Clozapine – Luftein - Klorilex
§  Sediaan 25 mg; 100 mg
§  Dosis : Sehari 1,2x12,5 mg pada hari pertama, diikuti dengan peningkatan bertahap harian sebesar 25 atau 50 mg sampai dengan 300 – 450 mg/hari
Olanzapine
§  Awal sehari 10 mg episode manik : sehari 15 mg dosis tunggal pada monoterapi atau sehari 10 mg pada terapi kombinasi. Untuk mencegah kekambuhan gangguan bipolar sehari 10 mg. Selama terapi skizofremia dan episode manik, dosis harian dapat disesuaikan berdasarkan status klinis indiviual dengan kisaran dosis sehari 5 – 20 mg, vial 10 mg secara injeksi IM.
·         Agonis reseptor alfa adrenergik
Clonidine (catapres) dilaporkan dapat menurunkan agresivitas, temper tantrum, impulsivitas, dan hiperaktivitas.  Mulai dengan dosis rendah: 0,025-0,05 mg  2 kali sehari dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimum 0,3-0,6 mg/hari dalam  3-4 kali/hari.
·         Antagonis reseptor beta
Propanolol dipakai dalam mengatasi agresivitas terutama yang disertai dengan agitasi dan  ansietas. Dosis 1-5 mg/kgBB/hari atau lebih.
·         Gangguan ansietas umum dan gejala ansietas nonspesifik
Buspiron - Xiety
§  Awal : Sehari 3x5 mg; ditingkatkan 5 mg dengan interval 2 – 3 hari sampai dihasilkan terapi optimal; maksimum sehari 60 mg.


BAB III
PENUTUP


  1. KESIMPULAN
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita.
Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik. Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

  1. SARAN

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.




DAFTAR PUSTAKA

Eddy Prasetyo. 2008. Kasus Autisme di Seluruh Dunia Meningkat.
Isaac, A., (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
ISO INDONESIA
Townsend, M.C., (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawata Pada Keperawatan Psikiatri pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC



Tidak ada komentar:

Posting Komentar