LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
- Masalah Utama
Perubahan sensori
persepsi: halusinasi
- Proses Terjadinya Masalah
1.
Definisi/Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau
perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren: persepsi palsu (Marasmis WF, 2005).
Halusinasi adalah
gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart GW, Sundeen,
1998)
Halusinasi adalah pengalaman panca
indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar
suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan
itu. (Hawari D. 2001)
Tanda dan gejala halusinasi:
a.
Bicara, senyum dan tertawa
sendiri
b.
Menarik diri dan menghindar
dari orang lain
c.
Tidak dapat membedakan antara
keadaan nyata dan tidak nyata
d.
Tidak dapat memusatkan
perhatian
e.
Curiga, bermusuhan, merusak
(diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut.
f.
Ekspresi muka tegang, mudah
tersinggung
2.
Penyebab
Halusinasi disebabkan
oleh Isolasi sosial: Menarik diri
Menarik
diri adalah suatu sikap dimana individu menghindari dari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain
(Rawlins, 1993)
Menarik diri merupakan percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain (Keliat BA, 1999)
Tanda dan Gejala
Isolasi sosial: Menarik diri
a.
Gejala positif
1)
Apatis, ekspresi sedih, afek
tumpul
2)
Menghindar
dari orang lain (menyendiri)
3)
Komunikasi
kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
4)
Tidak
ada kontak mata, klien sering menunduk
5)
Berdiam
diri di kamar/klien kurang mobilitas
6)
Menolak
berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika
diajak bercakap-cakap
7)
Tidak
melakukan kegiatan sehari-hari.
8)
Posisi janin saat tidur
b.
Gejala negatif
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat
penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
(mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3) Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4) Percaya diri kurang (sukar mengambil
keputusan)
5) Mencederai diri (akibat dari harga diri
yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri
kehidupannya.
3.
Akibat
Salah satu akibat dari perubahan
sensori persepsi: halusinasi adalah risiko
perilaku kekerasan: Amuk
Risiko perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang mempunyai kecenderungan melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif (stuart GW sundeen, 1998)
Risiko perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan
orang, diri sendiri baik secara fisik, emosional, dan atau sexualitas (Santoso B, 1998)
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan: Amuk
a.
Emosi: tidak adekuat, tidak
aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
b.
Fisik: muka merah, pandangan
tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan obat dan tekanan
darah.
c.
Intelektual : mendominasi,
bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d.
Spiritual: kemahakuasaan,
kebajikan/kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral, kebejatan, kreativitas
terhambat.
e.
Sosial: menarik diri,
pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan humor.
- Pohon Masalah

|
Core
problem
![]() |
Isolasi sosial : menarik diri
- Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1.
Masalah Keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
b.Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
1) Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel
kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2) Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar
barang-barang, melakukan tindakan
kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
b.
Perubahan sensori perseptual :
halusinasi
1)
Data Subjektif
·
Klien
mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata.
·
Klien
mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
·
Klien
mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
·
Klien merasa makan sesuatu.
·
Klien
merasa ada sesuatu pada kulitnya.
·
Klien
takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
·
Klien
ingin memukul/melempar barang-barang.
2)
Data Objektif
·
Klien
berbicara dan tertawa sendiri.
·
Klien
bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
·
Klien
berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
·
Disorientasi.
c.
Isolasi sosial : menarik diri
1) Data Subjektif
Mengungkapkan tidak berdaya
dan tidak ingin hidup lagi, mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain, klien
malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
2) Data Objektif
Klien terlihat lebih suka
sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai
diri/ingin mengakhiri hidup.
- Diagnosa Keperawatan
a.
Perubahan
sensori perseptual : halusinasi.
b.
Isolasi sosial
- Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Perubahan sensori
perseptual : halusinasi.
a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.
b.
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
Tindakan :
1.1 Salam terapeutik – perkenalan diri –
jelaskan tujuan – ciptakan lingkungan yang tenang – buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat, topik).
1.2 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
1.3
Empati.
1.4 Ajak membicarakan hal-hal yang ada di
lingkungan.
2)
Klien dapat mengenal
halusinasinya.
Tindakan :
2.1
Kontak sering dan singkat.
2.2 Observasi tingkah laku yang terkait dengan
halusinasi (verbal dan non verbal).
2.3
Bantu
mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar dan apa
yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar
suara itu, tetapi perawat tidak. Katakan perawat akan membantu.
2.4 Diskusi tentang situasi yang menimbulkan
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan
saat terjadi halusinasi.
2.5 Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat
terjadi halusinasi.
3)
Klien dapat mengontrol
halusinasinya dengan cara menghardik,
berbicara dengan orang lain, melakukan kegiatan dan ikut dalam TAK.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama tentang cara tindakan
jika terjadi halusinasi.
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan
klien dan cara baru untuk mengontrol halusinasinya.
3.3 Bantu memilih dan melatih cara memutus
halusinasi : menghardik mengatakan pada suara tersebut “saya tidak
mau dengar), bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi,
melakukan kegiatan.
3.4 Tanyakan hasil upaya yang telah
dipilih/dilakukan.
3.5 Beri kesempatan melakukan cara yang telah
dipilih dan beri pujian jika berhasil.
3.6 Libatkan klien dalam TAK : stimulasi
persepsi.
4) Klien dapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
4.1
Beri pendidikan kesehatan pada
pertemuan keluarga tentang gejala, cara, memutus halusinasi, cara merawat,
informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
4.2
Beri reinforcement positif atas
keterlibatan keluarga.
Diagnosa 2: Isolasi sosial
a.
Tujuan Umum: Klien dapat
berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
b.
Tujuan Khusus:
1)
Klien dapat membina hubungan
saling percaya
Rasional: hubungan saling percaya merupakan landasan
utama untuk hubungan selanjutnya
Tindakan:
1.1 Bina
hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan
cara:
a.
Sapa klien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal
b.
Perkenalkan diri dengan sopan
c.
Tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai
d.
Jelaskan tujuan pertemuan
e.
Jujur dan menepati janji
f.
Tunjukkan sikap empati dan
menerima klian apa adanya
g.
Berikan perhatian pada klien
dan perhatian kebutuhan dasar klien
2)
Klien dapat menyebutkan
penyebab menarik diri
Rasional: memberi kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya dapat membantu mengurangi stres dan penyebab perasaan menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji
pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
2.2 Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau
mau bergaul
2.3 Diskusikan
bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang
muncul
2.4 Berikan
pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3)
Klien dapat menyebutkan
keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
Rasional:
·
Untuk mengetahui keuntungan
dari bergaul dengan orang lain
·
Untuk mengetahui akibat yang
dirasakan setelah menarik diri
Tindakan:
3.1 Kaji
pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.1.1 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.1.2 Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
3.1.3 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.2 Kaji
pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
3.2.1 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
3.2.2 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3.2.3 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4)
Klien dapat melaksanakan
interaksi social secara bertahap
Rasional:
·
Mengeksplorasi perasaan klien
terhadap perilaku menarik diri yang biasa dilakukan
·
Untuk mengetahui perilaku
menarik diri dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku
konstruktif dan destruktif
Tindakan:
4.1 Kaji
kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong
dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap:
·
K-P
·
K-P-P lain
·
K-P-P lain- K lain
·
K-Kel/Kelp/Masy
4.3 Beri
reinforcement positif terhadap
keberhasilan yang telah dicapai
4.4 Bantu klien
untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan
jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.6 Motivasi
klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri
reinforcement positif atas kegiatan
klien dalam kegiatan ruangan
5)
Klien dapat mengungkapkan
perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Rasional: dapat membantu klien dalam menemukan cara yang
dapat menyelesaikan masalah
Tindakan:
5.1 Dorong
klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
5.2 Diskusikan
dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
5.3 Beri
reinforcement positif atas kemampuan
klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
6)
Klien dapat memberdayakan
sistem pendukung/ keluarga
Rasional: memberikan penanganan bantuan terapi melalui
pengumpulan data yang lengkap dan akurat kondisi fisik dan non fisik pasien
serta keadaan perilaku dan sikap keluarganya
Tindakan:
6.1 Bina
hubungan saling percaya dengan keluarga:
·
Salam, perkenalan diri
·
Jelaskan tujuan
·
Buat kontrak
·
Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan
dengan anggota keluarga tentang:
·
Perilaku menarik diri
·
Penyebab perilaku menarik diri
·
Akibat yang terjadi jika
perilaku menarik diri tidak ditanggapi
·
Cara keluarga menghadapi klien
menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untuk memberikan
dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan
bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement
positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA
Maramis WF. 2005. Ilmu
Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press.
Stuart GW, Sundeen.1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa (ed. Indonesia). Jakarta: EGC.
Hawari D. 2001.
Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Stuart, Laraia. 2001. Principle and Practice Of Psychiatric
Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book.
Keliat BA. 2006. Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Suseno D. Psikofarmaka. 2009.
Diakses pada tanggal 21 agustus 2009 dari http://portalperawat.blogspot.com/2009/05/psikofarmakologi-obat-obatan-untuk.html
Semarang, Mei 2011
Pembimbing
Klinik Mahasiswa
Unik Setyawati, S. Kep, Ns. Dian
Rianti
![]() |
|||
![]() |
NIP.
NIM. 22020110200009
Mengetahui,
Pembimbing
Akademik
Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep
![]() |
NIP.
STRATEGI PELAKSANAAN
PSIKOTERAPEUTIK PASIEN
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 1P
- Kondisi pasien
Klien sering menyendiri di
kamar; terkadang tertawa sendiri; klien mengatakan bisa bercakap-cakap dengan Allah SWT.
- Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
- Tujuan
1.
Tujuan umum
Klien tidak mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2.
Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
- Intervensi keperawatan
1. Beri salam, sapa klien dengan ramah sambil berjabat tangan.
2. Tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai
klien dan jelaskan tujuan interaksi.
3. Observasi tingkah laku yang terkait halusinasi.
4. Diskusikan dengan klien tentang halusinasi yang
dialami (isi, waktu, frekuensi, dan respon) saat terjadi halusinasi.
5. Diskusikan dengan klien tentang cara mengontrol
halusinasi.
6. Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.
7. Masukkan dalam jadwal harian.
- Strategi pelaksanaan
1.
Fase orientasi
a.
Salam terapeutik
“Selamat pagi Mas kenalkan nama saya Dian Rianti biasa dipanggil Dian. Saya mahasiswa dari
Ilmu Keperawatan UNDIP, selama 2
bulan akan praktik di sini.”
“Mas namanya siapa? Kalau boleh saya tahu Mas senang dipanggil siapa?”
b.
Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? Apa keluhan Mas saat
ini?”
c.
Kontrak
1)
Topik
“Baiklah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang
tentang suara-suara yang Mas dengar tapi tak tampak wujudnya?
2)
Tempat
Mau bincang-bincang dimana? Kursi didepan?
3)
Waktu
Mau berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
2.
Fase kerja
“Apakah Mas I mendengar suara yang tak ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara
itu?”
“Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu?
Kapan paling sering Mas I mendengar suara itu? Berapa kali sehari Mas I alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah saat sendirian?”
“Apa yang Mas I rasakan saat mendengar suara-suara itu?
Suara-suara yang Mas I dengar itu namanya halusinasi, halusinasi adalah suara-suara yang
hanya Mas I
dengar tapi orang lain tidak. Lalu apa yang Mas I lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan
cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana cara mengusir suara-suara tersebut
berdasarkan isi bacaan tadi?”.
“Mas I ada empat cara mencegah suara-suara itu muncul. Yang pertama dengan
menghardik/ mengusir suara tersebut. Kedua dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketiga melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Keempat minum obat dengan
teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu
dengan menghardik/ mengusir bisikan suara tersebut?”
“Caranya saat suara itu muncul langsung
Mas I bilang
pergi saya tidak mau dengar, ……. Pergi saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba Mas I peragakan! Nah, begitu
bagus…! Coba lagi ya! Ya bagus Mas I sudah bisa.”
3.
Fase terminasi
a.
Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Mas I setelah peragaan tadi?”
b.
Evaluasi obyektif
“Mas
I tadi saya sudah berikan salah satu contoh
mengontrol halusinasi, dengan cara apa itu Mas? Bagaimana kalau Mas I mencobanya lagi? Iya benar sekali.”
c.
Rencana tindak lanjut
“Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara
tersebut. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa saja
latihannya? pagi, siang atau malam”
d.
Kontrak
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan
latihan cara mengendalikan suara-suara itu dengan cara yang kedua? Mas I mau jam berapa? Mau
dimana tempatnya? Baiklah, sampai jumpa.”
Semarang, Mei 2011
Pembimbing
Klinik Mahasiswa
Unik Setyawati, S. Kep, Ns. Dian
Rianti
![]() |
|||
![]() |
NIP.
NIM. 22020110200009
Mengetahui,
Pembimbing
Akademik
Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep
![]() |
NIP.
STRATEGI PELAKSANAAN
PSIKOTERAPEUTIK PASIEN
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 2P
A. Kondisi pasien
Klien sering menyendiri di
kamar; klien mengatakan masih
bisa berbicara dengan Allah SWT.
- Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
- Tujuan
1.
Tujuan umum
Klien tidak terjadi gangguan sensori
persepsi: halusinasi dengar.
2.
Tujuan khusus
Klien dapat
mengontrol halusinasinya.
- Intervensi keperawatan
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Jelaskan klien tentang cara-cara
mengontrol halusinasi dengan teknik bercakap-cakap dengan orang lain
3. Ajarkan klien untuk mengontrol halusinasi
dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan orang lain
4. Menganjurkan klien untuk memasukkan
kegiatan cakap-cakap ke dalam kegiatan sehari-hari klien
- Strategi pelaksanaan
1.
Fase orientasi
a.
Salam terapeutik
“Selamat pagi Mas masih ingat dengan
saya?.”
b.
Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? Apakah masih mendengar
suara-suara yang seperti kita bicarakan kemarin? Apakah mas telah mempraktekkan
cara menghardik halusinasi tersebut 1x/ hari, yaitu sebelum tidur?”
c.
Kontrak
“seperti janji saya kemarin sekarang kita akan
berdiskusi mengenai cara mengontrol halusinasi dengan cara cakap-cakap dengan
orang lain. Bagaimana kalau tempatnya di kursi depan ruang televisi ini? Waktunya
kira-kira 20 menit ya Mas. ”
2.
Fase kerja
“Mas I saya mempunyai bacaan untuk Mas I”.
“ Tolong Mas I jelaskan kepada saya tentang isi dari bacaan yang tadi Mas I baca”.
“Iya benar sekali Mas, bacaan itu isinya cara kontrol
halusinasi dengan cara bincang-bincang dengan orang lain”.
“Bagaimana mana Mas sudah bisa mempraktekkannya atau mau
saya jelaskan terlebih dahulu? Oh baiklah akan saya jelaskan terlebih dahulu
sebelum kita mempraktek secara langsung cara kontrol halusinasi dengan teknik
bincang-bincang ini.”
“Bagaimana mas sudah jelas penjelasan dari saya tentang
cara untuk mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap?”
“Ohw sudah, bagus. Kalau begitu sekarang saya akan
mempraktekkan cara control halusinasi dengan cara bincang-bincang dengan teman
saya ya. Perumpamaaan saja, saya sekarang mendengar suara-suara yang menyuruh
saya untuk membuka baju, kenudian saya bertanya kepada teman saya, Apakah
kalian mendengar suara-suara yang menyuruh untuk buka baju? Ternyata teman saya
menjawab tidak, suara yang saya dengar itu suara yang tidak nyata yang orang lain tidak
mendengarnya. Kemudian saya meminta tolong ke teman saya agar dia mengajak saya
terus mengobrol supaya suara-suara tersebut hilang.”
“Bagaimana Mas, jelas atau belum penjelasan dari saya?
Bagaimana kalau sekarang Mas I mempraktekkanya cara yang sudah saya ajarkan tadi ke saya?”
“Bagaimana mbak. Tolong diulangi sekali lagi. Okey akan saya ulang sekali lagi.
Bagaimana Mas I sudah jelas?”
“Sudah mbak. Ayo sekarang tolong praktekkan, umpanya
saya orang lain dan Mas I sekarang mendengar suara-suara yang menyuruh Mas I untuk buka baju. Mbak
saya mendengar suara-suara yang menyuruh saya untuk membuka baju, Apakah mbak
juga mendengar suara itu? Tidak Mas, saya tidak mendengar suara-suara itu.
Tolong ajak saya ngobrol mbak supaya suara-suara tersebut hilang”
“yak bagus Mas. Besok kegiatan bincang-bincang ini
dilakukan ketika Mas I mendengar suara-suara yang orang lain tidak mendengarnya ya…..
supaya suara-suara tersebut hilang.”
3.
“Fase terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Mas I setelah mempraktekkan
cara control halusinasi dengan cara bincang-bincang tadi?”
b. Evaluasi obyektif
“Mas I tadi saya sudah
berikan salah satu contoh mengontrol halusinasi, dengan cara apa itu Mas?
Bagaimana kalau Mas I mencobanya lagi? Iya benar sekali.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut. Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya? Mau jam berapa saja latihannya?pagi, siang atau malam”
d. Kontrak
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan
latihan cara mengendalikan suara-suara itu dengan cara yang ketiga? Mas I mau jam berapa? Mau
dimana tempatnya? Baiklah, sampai jumpa besok ya Mas?”
Semarang, Mei 2011
Pembimbing
Klinik Mahasiswa
Unik Setyawati, S. Kep, Ns. Dian
Rianti
![]() |
|||
![]() |
NIP.
NIM. 22020110200009
Mengetahui,
Pembimbing
Akademik
Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep
![]() |
NIP.
STRATEGI PELAKSANAAN
PSIKOTERAPEUTIK PASIEN
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 3P
A. Kondisi pasien
Klien mulai bergaul dengan
temannya; klien mengatakan terkadang halusinasinya masih muncul, masih bisa berbicara
dengan Allah SWT.
B. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Klien tidak terjadi gangguan sensori persepsi:
halusinasi dengar.
2. Tujuan khusus
Klien dapat
mengontrol halusinasinya.
D. Intervensi keperawatan
1.
Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi halusinasi.
2.
Mendiskusikan aktivitasyang biasa
dilakukan pasien.
3.
Melatih pasien melakukan aktivitas tersebut.
4.
Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien
mempunyai aktivitas kegiatan dari bangun pagi sampai tidur
malam.
5.
Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
memberi penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
6.
Anjurkan klien untuk memasukkan
aktivitas kegaiatan yang telah terjadwal ke kegiatan sehari-hari.
E. Strategi pelaksanaan
Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi Mas I.”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? bagaimana tadi malam
masih sering mendengar suara-suara? Apakah kemarin sudah mempraktekkan bercakap-cakap untuk mengontrol
halusinasi dengan 2 perawat yang berbeda?”
c. Kontrak
“Baiklah, bagaimana kalau kita sekarang menyusun jadwal
harian untuk kegiatan harian mas I beberapa hari kedepan?Mau bincang-bincang dimana? Kursi didepan?
Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Fase kerja
“Mari mas sekarang kita
menyusun jadwal kegiatan untuk Mas I. Mas I setiap hari kegaitannya apa? Coba
sebutkan dari bangun tidur sampai sebelum tidur.
Bangun tidur jam berapa? Terus kegiatnnya apa? Njagong, antri mandi, sarapan, trus
njagong lagi. Trus kegiatannya apa lagi? Siang biasanya makan siang trus
njagong sebentar dan kemudian tiduran. Sore biasanya mandi trus makan dan
kemudian minum obat dan tidur”
“Sholatnya kapan Mas I?”
“Oh ya sholat?”
“Nanti jadwal
kegiatan ini saya berikan ke Mas I tolong nanti diisi ya dilakukan
dengan mandiri, bantuan atau ketergantungan ya….”
Fase terminasi
a.
Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Mas I setelah membuat susunan jadwal kegiatan dalam
sehari tadi?”
b.
Evaluasi obyektif
“Tadi
kegitannya apa aja mas?”
c.
Rencana tindak lanjut
“Tolong aktivitas yang telah kita rencanakan secara
terjadwal tadi besok dilaksanakan dan kolomnya diisi apakah dilakukan dengan
mandiri, bantuan atau ketergantungan ya….sebisa mungkin jangan sampai ada waktu yang terbuang
sia-sia untuk melamun ya mas, sebisa mongkin menyibukkan diri dengan kagiatan-kegiatan di RSJD ini.”
d.
Kontrak
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar agar
Mas I minum
obat secara teratur? Mas I mau jam berapa? Mau dimana tempatnya? Bagaimana kalau nanti siang
jam 10. 00 WIB?
Baiklah, sampai jumpa nanti ya Mas.”
Semarang, Mei 2011
Pembimbing
Klinik Mahasiswa
Unik Setyawati, S. Kep, Ns. Dian
Rianti
![]() |
|||
![]() |
NIP.
NIM. 22020110200009
Mengetahui,
Pembimbing
Akademik
Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep
![]() |
NIP.
STRATEGI PELAKSANAAN
PSIKOTERAPEUTIK PASIEN
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 4P
A. Kondisi pasien
Klien mulai mau bergaul dengan
teman lain; klien mengatakan halusinasinya
tidak muncul saat klien melakukan aktivitas.
B. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
- Tujuan
1.
Tujuan umum
Klien tidak terjadi gangguan sensori
persepsi: halusinasi dengar.
2.
Tujuan khusus
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
- Intervensi keperawatan
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2. Jelaskan jenis, dosis, waktu minum obat
serta manfaat minum obat (5 benar: benar orang, benar dosis, benar waktu, benar
cara pemberian dan benar obat).
3. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat
yang diminumnya berdasarkan prinsip 5 benar.
4. Diskusikan dengan klien tentang manfaat
minum obat secara teratur, akibat putus obat dan cara mendapatkan obat.
5. Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan
minum obat secara teratur ke kegiatan sehari-hari klien.
- Strategi pelaksanaan
a.
Fase orientasi
1)
Salam terapeutik
“Selamat siang mas I?”
2)
Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? Apakah jadwal yang
tadi kita buat sudah dilengkapi? Apakah mas sudah mulai mempraktekkan jadwal
yang telah disusun ini? ”
3)
Kontrak
“Seperti janji saya tadi pagi, sekarang kita akan berdiskusi
mengenai cara mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur. Bagaimana kalau tempatnya
di kursi depan ruang televisi ini? Atau mau di ruang tamu? Waktunya kira-kira 20 menit ya Mas. ”
b.
Fase kerja
“Mas I saya mempunyai bacaan untuk Mas I”.
“Tolong Mas I jelaskan kepada saya tentang isi dari bacaan yang tadi Mas I baca”.
“Iya benar sekali Mas, bacaan itu isinya cara kontrol
halusinasi dengan cara minum obat secara tertur”.
“Obatnya Mas I apa saja? Tolong saya dijelaskan. Trus cara minumnya bagaimana dan
sehari minum berapa kali?”
“Iya betul. Obatnya Mas I ada 2, yaitu Clozaril yang warnanya kuning yang fungsinya untuk menghilangkan suara-suara, dan depakot yang warnanya putih dan ukurannya
besar untuk terapi kejang. Kedua obat tersebut dapat didapat
dari SRJD Amino gondohutomo ini ataupun melaui puskesmas ya Mas”
“Minum obatnya sehari 2 kali ya Mas I: pagi dan malam.”
“Cara minum obatnya: obat diminum secara langsung bisa dengan air
putih ataupun teh”
“ Bagaimana mas sudah jelas?”
“Sudah mbak. Ayo sekarang tolong jelaskan, tadi obatnya
ada berapa? Jenisnya apa saja dan cara minumnya bagaimana?”
“Yak bagus Mas. Benar sekali. Selama ini Mas I merasakan adanya efek
samping dari minum obat ndak? Seperti mata berkunang-kunang, mulut kering dan
mual?”
“Kalau mulutnya terasa kering Mas I perbanyak minum ya,
kalau mata berkunang-kunang Mas I cepat=cepat untuk tidur ya.”
“Ada yang mau ditanyakan Mas I?”
“Tidak ada. Baiklah nanti Mas I minum obat ya sehari 2
kali dengan 2
jenis obat, yaitu Clozaril dan depakote. Obat tersebut tolong diminum secara teraur ya mas baik selama di
rumah ataupun di RS. Jangan sampai putus obat sebelum mendapat rekomendasi dari
dokter untuk putus obat ya……karena kalau putus obat sebelum waktunya akan
menyebabkan kekambuhan yang lebih berat pada Mas I”
c.
Fase terminasi
1)
Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Mas I setelah saya terangkan tentang cara-cara minum
obat yang benar dan teratur untuk mengontrol halusinasi?”
2)
Evaluasi obyektif
“Mas
I tadi tadi sudah saya jelaskan tentang cara minum
obat yang benar, tolong diulang lagi tentang jenis obat Mas I, cara minumnya dan berapa kali mas I minum dalam sekali? Iya
benar sekali.
3)
Rencana tindak lanjut
“Minum obat secara teratur ini tolong dimasukkan ke jadwal harian ya
Mas di pagi dan malam hari yang diminum setelah makan”
4)
Kontrak
“Mas I dari kemarin saya telah mengajari Mas I 4 cara control
halusinasi, yaitu dengan cara menghardik, bincang-bincang, melakukan kegiatan
secara terjadwal dan minum obat secara terutur. Tolong semua itu dilakukan baik
selama Mas I
masih di R S ataupun di rumah nanti. Saya akan memantau kondisi Mas F dan
pelaksanaan 4 program tersebut untuk mengendalikan halusinasi mas ya. Besok Mas
I ada waktu
jam berapa? Agendanya hanya ngobrol-ngobrol seperti biasa kok. Bagaimana kalau pagi jam 10.00 WIB di depan TV?”
Semarang, Mei 2011
Pembimbing
Klinik Mahasiswa
Unik Setyawati, S. Kep, Ns. Dian
Rianti
![]() |
|||
![]() |
NIP.
NIM. 22020110200009
Mengetahui,
Pembimbing
Akademik
Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep
![]() |
NIP.
STRATEGI PELAKSANAAN
PSIKOTERAPEUTIK KELUARGA
DENGAN HALUSINASI
Interaksi 1K
A. Kondisi keluarga
Keluarga mengeluhkan klien
dahulu sering menyendiri di kamar; terkadang tertawa sendiri; keluarga
mengatakan klien sering berbicara
dengan Allah SWT.
B. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
C. Tujuan
1.
Tujuan umum
Klien tidak terjadi gangguan sensori persepsi:
halusinasi dengar.
2.
Tujuan khusus
Klien
mendapat dukungan dari keluarga.
D. Intervensi keperawatan
1.
Diskusikan masalah yang dihadapi
keluarga dalam merawat keluarga.
2.
Berikan pendidikan kesehatan tentang
pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat pasien dengan halusinasi.
- Strategi pelaksanaan
1.
Fase orientasi
a.
Salam terapeutik
“Selamat pagi Mas dan keluarga sekalian
kenalkan nama saya Dian Rianti biasa dipanggil Dian. Saya mahasiswa dari
Ilmu Keperawatan UNDIP, selama 2
bulan akan praktik di sini.”
“Ibu namanya siapa? Kalau boleh saya tahu Ibu senang dipanggil
siapa?”
b.
Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan keluarga hari ini? Apa keluhan Ibu saat ini?”
c.
Kontrak
“Baiklah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang
tentang maslah yang dialami keluarga dalam merawat Mas I? Mau bincang-bincang
dimana? Kursi didepan? Mau berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
2.
Fase kerja
“Apa yang Bpk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat Mas I Apa yang Bpk/Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara
itu tidak ada.”
“Kalau anak Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya
bayangan itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu anak Bapak/Ibu agar bisa mengendalikan halusinasi.
Cara-cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan anak Ibu, jangan membantah
halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Ibu percaya bahwa anak tersebut
memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Ibu sendiri tidak
mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan anak Ibu melamun dan sendiri, karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap
dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama.
Tentang kegiatan, saya telah melatih anak Bapak/Ibu untuk membuat jadwal
kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan
pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan
obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak
Bapak/Ibu untuk minum obat secara teratur. Jadi bapak/Ibu dapat mengingatkan
kembali. Obatnya ada 2 macam, ini yang orange namanya Clozaril gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau
bayangan. Diminum 2 X sehari pada jam 7 pagi dan jam 7 malam. Yang putih besar namanya depakote sebagai anti kejang. Obat perlu
selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus
halusinasi anak Ibu dengan cara menepuk punggung anak Ibu. Kemudian suruhlah
anak Ibu menghardik suara tersebut. Anak Ibu
sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Ibu. Sambil
menepuk punggung anak Ibu, katakan: I sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang?
Ya..Usir suara itu, I. Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau
dengar”. Ucapkan berulang-ulang, I”
”Sekarang coba Bapak/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”
3.
Fase terminasi
a.
Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan Ibu dan keluarga sekalian setelah
peragaan tadi?”
b.
Evaluasi obyektif
“Ibu
dan keluarga sekalian tadi saya sudah berikan cara-cara yang bisa digunakan
dalam merawat Mas I. Bagaimana kalau Ibu dan keluarga sekarang mengulanginya? Iya benar sekali.”
c.
Rencana tindak lanjut
“Tadi saya telah menjelaskan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi
dan cara merawat halusinasi tolong nanti dingat-ingat ya Ibu dan keluarga sekalian”
d.
Kontrak
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan
latihan cara merawat Mas I secara langsung ketika nanti keluarga menjenguk Mas I kembali? Nanti dengan
waktu kapan keluarga akan menjenguk Mas I kembali tolong nanti saya dihubungi. Baiklah, sampai jumpa.”
Semarang, Mei 2011
Pembimbing
Klinik Mahasiswa
Unik Setyawati, S. Kep, Ns. Dian
Rianti
![]() |
|||
![]() |
NIP.
NIM. 22020110200009
Mengetahui,
Pembimbing
Akademik
Ns. Diyan Yuli Wijayanti, S. Kep. M. Kep
![]() |
NIP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar