Selasa, 28 Oktober 2014

PENYAKIT ADDISON MAKALAH SISTEM ENDOKRINOLOGI



PENYAKIT ADDISON
MAKALAH
SISTEM ENDOKRINOLOGI
Dosen: Danang Tri Yudhono.,S.,Kep .,Ns


Disusun Oleh:

cahyaningsih





PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKes HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormone berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Salah satu organ utama dari sistem endokrin adalah kelenjar adrenal.  Kelenjar adrenal merupakan bagian dari suatu sistem yang rumit yang menghasilkan hormon yang saling berkaitan. Hipotalamus menghasilkan CRH(corticotropin-releasing hormone), yang merangsang kelenjar hipofisa utnuk melepaskan kortikotropin, yang mengatur pembentukan kortikosteroid oleh kelenjar adrenal. Fungsi kelenjar adrenal bisa berhenti jika hipofisa maupun hipotalamus gagal membentuk hormon yang dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai. Kekurangan atau kelebihan setiap hormon kelenjar adrenal bisa menyebabkan penyakit yang serius. Salah satu penyakit yang ditimbulkan adalah penyakit Addison.
Penyakit Addison jarang dijumpai, di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi, sedang Di rumah sakit terdapat 1 dari 6.000 penderita yang dirawat. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr.Soetomo pada tahun 1983, Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56%, dan wanita 44%.  Penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 20 – 50 tahun.
Penyakit Addison merupakan masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini merupakan penyakit yang relatif langka dan masih perlu dipelajari untuk pemahaman yang lebih baik dalam mendeteksi dan menanggulanginya secara dini. Oleh sebab itu kelompok tertarik untuk membuat atau mengangkat makalah ilmiah yang berjudul “Addison”.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996)
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart Edisi 8 hal 1325)
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.

B.     Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.
Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis.
Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:
1.        Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2.        Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3.        Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid

Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1.         Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi. Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.

2.         Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
a.       Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.



b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangka panjang.

c.         Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.






C.     Etiologi
Tuberculosis
1.      Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur  histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru)
2.      Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Coccidioides immitis, yang biasanya menyerang paru-paru.
    1. Kriptokokissie
    2. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
    3. Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)
    4. Adrenalitis auto imun
D.    Patofisiologi
            Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.

E.     Tanda dan Gejala
a.       Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.
    1. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
    2. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, cokelat seperti terkena sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
    3. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
    4. Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
    5. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

F.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan Laboratorium Darah
1.      Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)
2.      Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
3.      Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
4.      Penurunan kadar kortisol serum
5.      Kadar kortisol plasma rendah
6.      ADH meningkat
7.      Analisa gas darah: asidosis metabolic
8.      Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
b.      Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal.
c.       CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal
d.      Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
e.       Tes stimulating ACTH
Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
f.       Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

G.    Penatalaksanaan Medis
1.    Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hariselama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
2.    Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
3.    Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
4.    Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
5.    Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral

H.    Komplikasi
1.    Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2.    Kolaps sirkulasi
3.    Dehidrasi
4.    Hiperkalemiae
5.    Sepsis
6.    Ca. Paru
7.    Diabetes melitus































BAB III
PENUTUP
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. Penyebab  dari penyakit addison adalahTuberculosis diantaranya adalahHistoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur histoplasma capsulatum, Koksidiodomikosis, Kriptokokissie, Pengangkatan kedua kelenjar adrenal, Kanker metastatik, Adrenalitis auto imun.  Tanda dan gejalayang timbul dalam penyakit addison ini adalah kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan hipoglikemi. Untuk dapat mengetahui seseorang menderita penyakit Addison yaitu dengan. Pemeriksaan Laboratorium Darah,  Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal, CT Scan, Gambaran EKG, Tes stimulating ACTH,  Tes Stimulating CRH.  Penatalaksanaan penyakit adiison yang  pertama adalah terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari, pemberian Prednison,  Hidrkortison,  Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline,  Fludrukortison.

















DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : ECG
Http://wwww.total kesehatan nanca.com/Addison4.html
Price, Sylvia. 2005. patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC
Brunner And suddarth. 2002. Keperawatan Medikal BedahEdisi 8 Vol.1:EGC:jakarta
Dr.MED. Ahmad Ramali, Kamus Kedokteran, Edisi Revisi, Ui
Huddak and Gallok.1996.Keperawatan Kritis Vol. II Edisi VI, EGC:jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar